Minggu, 19 Mei 2024

Ketua MUI Jatim: Solusinya Menikah, Tapi Kalau Sampai Perkosa 12 Anak itu Kebacut

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan
KH Abdurahman Navis Ketua MUI Jawa Timur. Foto: PWNU Jatim

Seorang guru sekaligus pemilik pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat yakni HW melakukan tindakan asusila kepada 12 orang santriwati hingga hamil dan melahirkan. Bahkan salah satu korbannya ada yang sampai melahirkan dua orang anak. Kejaksaan setempat menyebut HW telah melakukan perbuatan tersebut sejak tahun 2016 hingga awal 2021.

Menanggapi kasus ini, menurut KH Abdurrahman Navis Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, solusi untuk menghindari perbuatan zina di lingkungan pondok pesantren seperti ini sebenarnya bisa menikahi saja.

“Solusinya sebenarnya ya menikah, kadang orang tua senang kalau anaknya dinikahi oleh gurunya di pesantren, tapi ini sudah memperkosa 12 anak. Ini lebih dari kebacut,” kata KH Navis saat dihubungi Radio Suara Surabaya, Sabtu (11/12/2021).

Ketua MUI Jawa Timur itu menyepakati bahwa kasus pemerkosaan anak di Ponpes Jawa Barat Itu sudah melanggar norma-norma agama.

Dia juga mengatakan bahwa oknum pelaku ini layak dihukum rajam yang mana sesuai dengan hukum Islam, bahwa laki-laki maupun perempuan yang sudah menikah namun masih berzina.

“Kalau perbuatan zina seperti itu hukumannya dirajam, tapi penerapan hukum HAM dan hukum Islam itu tentunya tidak sama ya,” kata Ketua MUI Jatim itu.

Kendati demikian, hukuman dalam Islam seperti rajam dan cambuk memang tidak diterapkan di semua tempat, kata KH Navis hukuman tersebut sebenarnya bersifat pencegahan.

“Memang ada perbedaan penerapan hukuman, tapi hukuman yang sesuai dengan ajaran Islam itu sebagai tindak pencegahan, kalau hukumannya berat maka jangan melakukan itu,” katanya.

Merespon soal ramainya kepantasan pelaku menerima hukuman penyiksaan namun bertentangan dengan HAM yang dimiliki pelaku, KH Navis mengatakan bahwa apa yang telah dialami oleh pelaku saat ini merupakan konsekuensi pasti dari sebab akibat yang dilakukannya.

Tindakan bejat pemiliki pondok pesantren itu, kata KH Navis juga mempengaruhi pemutusan nasab dari anak yang dilahirkannya.

“Jika dihasilkan dari zina, sang anak ikut bernasab dari ibu, dan tidak bernasab pada ayahnya,” tuturnya.

Menanggapi fenomena yang kekerasan yang merambah hingga ke pondok pesantren ini, KH Navis mengatakan bahwa masyarakat jangan sampai menilai secara rata kondisi pondok pesantren.

“Masih banyak pondok pesantren yang membimbing para santrinya dengan baik dan khusyuk dalam belajar agama,” terangnya.(wld/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Minggu, 19 Mei 2024
27o
Kurs