Rabu, 24 April 2024

Petani Pesimis Swasembada Kedelai Bisa Tercapai

Laporan oleh Restu Indah
Bagikan
kebun-kedelai Seorang petani merawat tanaman kacang kedelai di lahan pertanian Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (23/7/2020). Foto: Antara

Dalam Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian di Istana Negara 2021 lalu, Jokowi Presiden sempat menyebut kenaikan harga kedelai adalah persoalan yang terus berulang setiap tahun. Karena itu, satu-satunya cara yang bisa dilakukan ialah dengan mengembangkan kawasan khusus produksi supaya bisa swasembada kedelai.

Kebutuhan kedelai di Tanah Air mencapai 2,8 juta ton per tahun. Adapun produksi dalam negeri hanya mampu berkisar 300 ribu-400 ribu ton per tahun. Artinya, ada 2,5 juta ton yang harus didatangkan dari luar negeri.

“Kita harus bangun di lahan yang sangat luas. Jangan hanya 10 hektare atau 100 hektare, tapi 500 ribu, 1 juta hektare. Cari,”  kata Presiden waktu itu.

Saat ini, pemerintah  sedang mengejar target 1 juta Ha menuju swasembada kedelai dengan cara membuka lahan dan meningkatkan kapasitas produksi.

Sayangnya, petani tidak seantusias pemerintah bahkan bisa dibilang pesimis dan tidak yakin target itu terpenuhi.

“Sepanjang pemerintah tidak memberi perlindungan pada petani, terutama soal kepastian harga dan pendampingan saya pesimis bisa swasembada kedelai. Saya sendiri memutuskan tidak menanam kedelai sejak 2012. Waktu itu bibit kedelai yang saya tanam paling bagus, yaitu Anjasmoro. Satu hektare bisa produksi dua ton kedelai, tapi ternyata harganya hanya Rp6 ribu per kilogram, harga sangat rendah, dan perawatannya sulit. Itu yang membuat saya kapok,” terang Hendro petani asal Jember saat berdiskusi di program Wawasan Radio Suara Surabaya, Selasa (23/2/2022) pagi.

Tidak hanya itu, kedatangan kedelai impor semakin membuat petani terpuruk.

“Akhirnya kedelai lokal tidak banyak yang terserap, kata perajin tempe kedelai lokal kurang cocok, dipake tempe kurang bagus, dibuat tahu airnya terlalu banyak. Dari sisi kualitas, kedelai lokal kalah. Sehingga kami pilih nanam yang lain seperti jagung contohnya karena harganya lebih tinggi,” terang Hendro yang juga menjabat sebagai Sekretaris Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

Usaha pemerintah untuk swasembada kata Hendro, sebenarnya sudah dilakukan sejak dulu bahkan sejak 2010, namun sayangnya perlindungan dari pemerintah kepada petani dinilai kurang maksimal. Kehadiran Bulog yang seharusnya bisa memberikan perlindungan soal harga, pada kenyataannya tidak dilakukan.

“Kalau hanya OPT (Organisme Pemakan Tumbuhan) saja bisa diatasi dengan obat-obatan, yang lebih penting tentang harga jual. Kalo petani jual kedelai lama-lama bisa bangkrut, pemerintah tidak pernah turun. Kalah sama tengkulak. Kalau mau swasembada, pemerintah harus memastikan kontrak hasil panen, sehingga ada hasil yang jelas, harga yang bagus dan hasil panen terserap, Bulog sekarang ini bukan lagi sebagai penyangga pertanian, tapi karena sudah Perum yang ada hanya profit oriented,” terang Hendro.

Senada dengan Hendro, Agung Rahmad petani muda asal Bangsal Mojokerto ini mengatakan, tidak lagi menanam kedelai.

“Sejak lima tahun yang lalu saya sudah tidak menanam. Karena menaman kedelai itu susah, tidak boleh lembab. Musim kemaraupun terasa masih lembab sehingga hasilnya tidak maksimal. Perawatannya harus ekstra sabar, harus sering diobati supaya ga banyak ulatnya, seperti bawang merah. Itu yang membuat kita enggan,”

Selain itu,  faktor harga jual yang tidak sebanding dengan biaya tanam membuat petani memilih menanam komoditi lain.

“Waktu itu saya jual per kilo Rp6.500, padahal biaya tanam Rp9.000 sampai Rp12.000. Karena itu bagi kami petani, lebih memilih menanam komiditi lain supaya untung,” tambahnya.

Kebijakan pemerintah dalam upaya menuju swasembada kedelai yang saat ini dilakukan kata Agung, akan sulit tercapai sepanjang pemerintah tidak melindungi petani dalam hal harga panen kedelai,  dan memberikan jaminan penyerapan hasil panen kedelai lokal.(rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Rabu, 24 April 2024
26o
Kurs