Minggu, 28 April 2024

Pakar Gizi Paparkan Enam Poin Penting untuk Turunkan Angka Stunting

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Pakar Gizi Universitas Negeri Hasanuddin, Makassar, Prof. Dr. dr. Abdul Razak Thaha (tiga dari kanan) saat menghadiri kegiatan evaluasi program percepatan penurunan stunting yang diselenggarakan BKKBN di Jakarta, Senin (16/10/2023). Foto : Antara

Prof Abdul Razak Thaha Pakar Gizi Universitas Negeri Hasanuddin (Unhas) memaparkan enam poin penting yang perlu diperhatikan saat memonitoring dan evaluasi program percepatan penurunan stunting.

“Pertama adalah Indikator yang tidak tepat. Penggunaan indikator yang tidak tepat dapat menyebabkan hasil yang tidak akurat dalam keberhasilan program, misalnya menggunakan indikator berat badan, itu tidak tepat karena stunting terkait dengan tinggi badan anak,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, melansir Antara, Selasa (17/10/2023).

Ia menjelaskan program tablet tambah darah untuk ibu hamil yang sudah dilakukan sejak tahun 2013 belum efektif sehingga masih menyebabkan tingginya angka stunting.

“Meski berdasarkan Profil Kesehatan Nasional tahun 2013-2016 cakupan tablet tambah darah selalu 90 persen, pada tahun 2018 anemia (kurang darah merah) tidak turun, melainkan naik dari 30 persen menjadi lebih dari 40 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa satu di antara dua ibu hamil di Indonesia ini menderita anemia,” ujarnya.

Ia menjelaskan cakupan 90 persen itu dihitung hanya berdasarkan per tablet yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Sedangkan tablet tambah darah tersebut baru ada manfaatnya setelah dikonsumsi minimal 90 tablet.

“Ternyata itu (ibu hamil yang mengkonsumsi minimal 90 tablet) cuma 7,9 persen,” katanya.

Permasalahan kedua, pada monitoring dan evaluasi (monev) percepatan penurunan stunting  adanya keterbatasan data dan sistem informasi. Kemudian ketiga, masih kurangnya kapasitas tim monev dalam memahami metode dan instrumen penelitian yang validitas dan kehandalan hasil evaluasi. Keempat yakni tantangan dalam mengukur dampak jangka panjang.

“Mengukur dampak jangka panjang seperti ini bisa menjadi tantangan, karena melibatkan banyak faktor yang kompleks, seperti pola makan, sanitasi, pendidikan, dan faktor sosial ekonomi,” paparnya.

Kelima, masih kurangnya keterlibatan pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, lembaga akademik, dan tokoh masyarakat setempat.

“Keenam adalah koordinasi dan tata kelola yang lemah, juga kurangnya koordinasi lintas sektor dan lembaga terkait dalam pelaksanaan program, yang dapat menjadi kendala dalam monev,” ujarnya.

Ia berharap melalui program percepatan penurunan stunting yang kini telah menjadi tanggung jawab seluruh sektor pemerintahan dan pemangku kepentingan, keenam hal tersebut dapat menjadi perhatian. (ant/and/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Minggu, 28 April 2024
28o
Kurs