Minggu, 19 Mei 2024

Marak Backpacker, Kemenag Tegaskan Umrah Harus Melalui Agen Travel Resmi dan Berizin

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi - Suasana umrah di Masjidil Haram di Makkah, Arab Saudi pada Minggu (4/6/2023). Foto: Bintang Suara Surabaya

Tawfiq Fawzan AlRabiah Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi menegaskan bahwa pihaknya melarang pelaksanaan umrah dengan pola backpacker.

Tawfiq menyebut setiap visa umrah yang dikeluarkan, harus sudah termasuk dengan paket layanan akomodasi dari perusahaan penyedia jasa layanan.

Larangan umrah backpacker juga berlaku di Indonesia. Secara regulasi, berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019, masyarakat hanya diperbolehkan berangkat umrah melalui perusahaan travel berizin atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Ada beberapa poin yang mendasari mengapa masyarakat wajib umrah melalui PPIU. Tapi yang terpenting adalah adanya pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan jemaah selama di Arab Saudi.

“Selaras dengan ketentuan di Indonesia, sejak 2019 penyelenggara umrah dan haji khusus adalah PPIU dan PIHK. Dengan adanya ketentuan ini, maka pelaksanaan umrah harus melalui agen travel yang mempunyai izin PPIU dan haji khusus melalui agen yang memiliki izin PIHK,” sebut Edi Susilo Ketua Tim Bina Umrah dan Haji Khusus Kanwil Kemenag Jawa Timur (Jatim) dalam program Wawasan Suara Surabaya FM 100, Senin (6/5/2024).

“Namun, setelah pandemi Covid-19, pemerintah Arab Saudi membuka berbagai jenis visa. Termasuk visa turis. Hal ini menjadi tantangan bagi Kemenag untuk memastikan jemaah umrah dan haji bisa melaksanakan ibadah sesuai syariat, serta (sesuai) undang-undang di Indonesia,” imbuhnya.

Edi Susilo menambahkan, jemaah yang melakukan umrah atau haji secara mandiri atau backpacker, datang ke Arab Saudi menggunakan visa turis. Ketika di sana, terkait kegiatan umrah, hotel, dan transportasi dilakukan secara sendiri.

“Bagi yang tidak memiliki kemampuan, hal itu akan menyulitkan dan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan,” urainya.

Sejauh pengalamannya, ada berbagai cerita tentang haji atau umrah backpacker ini. Misal berangkat dengan berulang kali transit, penginapan yang tak jelas atau bahkan tiket pulang yang belum jelas.

Selain itu, ada pula risiko penipuan. Sebab tak ada figur yang mendampingi selama menjalani umrah atau haji di Arab Saudi.

Edi Susilo juga mengamini bahwa ada perbedaan biaya signifikan dalam perkara ini. Namun ia juga menegaskan bahwa perbedaan itu menyangkut hotel, tiket pesawat, serta pelbagai fasilitas lain yang didapat ketika melakukan umrah dengan agen resmi.

Sementara itu, Farid Aljawi Sekjen DPP Asosiasi Muslim Penyelenggaraan Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) menyebut, backpacker hanya istilah untuk menyebut pelaksanaan ibadah umrah dan haji seolah-olah lebih murah.

“Namun, kalau dihitung-hitung, angka yang keluar pun sama. Karena ada beberapa hal yang menjadi tanggung jawab penyelenggara, tidak dikeluarkan untuk umroh backpacker. Terutama selama di Arab Saudi,” katanya.

Ia juga menyebut bahwa pelarangan umrah backpacker oleh pemerintah Arab Saudi, telah sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019.

“Semua yang akan pergi umrah dan haji harus melalui travel yang berizin. Karena (regulasi) di Saudi juga sama. Penyelenggara-penyelenggara yang memang ditunjuk oleh pemerintah untuk melayani umroh dan haji, semua melalui mekanisme atau kualifikasi yang ditetapkan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. Sehingga masyarakat benar-benar terlindungi dan tidak ada lagi yang menjadi korban. Baik di Indonesia maupun di alam Saudi,” jabar Farid.

Seiring dengan visi Saudi 2030, ia mendorong pemerintah Indonesia untuk sinkronisasi pembaharuan UU Nomor 8 Tahun 2019.

“Sehingga masyarakat tidak bingung. Backpacker boleh, tapi dilarang. Sedangkan Saudi sendiri membuka. Nah ini yang memang perlu diluruskan. Sebab perlu sosialisasi ke masyarakat bagaimana umrah backpacker. (Apalagi) Arab Saudi juga mengeluarkan berbagai jenis visa, tentunya harus digunakan sesuai dengan peruntukannya,” jabarnya.

Namun, khusus untuk haji, ia menyatakan harus menggunakan visa khusus. Sebab terbatas waktu. Selain itu, ada kuota jemaah haji untuk masing-masing negara. Selain itu, kapasitas di Mina dan Arafah juga terbatas.

“Kami berharap teman-teman yang menawarkan untuk berangkat haji, pastikan dengan menggunakan visa haji,” pesannya. (saf/ham)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Minggu, 19 Mei 2024
27o
Kurs