Senin, 27 Mei 2024

Soal Pilkada PBNU Pilih Resiko Kecil

Laporan oleh Jose Asmanu
Bagikan

Disahkannya UU pemilihan kepala daerah melalui DPRD, sejalan dengan keputusan Konferensi Besar NU dan Musyawarah Nasional Alim Ulama 2012, dalam Konbes di Pondok Pesantren Kempek Cirebon pada 15 sampai 17 September 2012, salah satu keputusannya adalah merekomendasikan pilkada melalui mekanisme DPRD.

KH Said Aqil Siroj Ketua Umum PBNU, mengatakan, kajian NU antara Pilkada langsung dan melalui DPRD, masing-masing ada plus minusnya. Tapi hasil kajian dari para ulama, pilkada langsung mudaratnya lebih besar dari manfaatnya.

Takarannya, selain menghabiskan biaya yang besar, kehidupan sosial masyarakat yang terganggu, dan terkotak kotak. Siapapun yang punya modal besar bisa mencalonkan diri sebagai peserta pilkada.

“Integritas atau moral dan kemampuan tidak lagi menjadi hal yang utama. Contohnya, ada orang yang bersatatus tersangka tindak pidana korupsi, bisa menang dalam pilkada,” katanya.

“Jadi pelantikannya terpaksa dilakukan di LP, meskipun pada akhirnya diberhentikan, karena berstatus terpidana. Bupati dan gubernur yang tersandung korupsi, jumlahnya pun tak terhitung banyaknya,” tambah Ketum PBNU tersebut.

Ia juga menambahkan, yang terbaru adalah kasus AM (Annas Maamum) Gubernur Riau yang tertangkap tangan menerima suap dari seorang pengusaha.

“Kejadian rerakhir, kamis 25 september 2014, saat DPR berdebat soal RUU pilkada, AM gubernur Riau tertangkap tangan ketika menerima uang suap dari seorang pengusaha. Pendukung pilkada langsung boleh saja menganggap kejadian ini kasuistis. Dalam persoalan ini, para ulama menkajinya lebih dalam melalui kaidah fikih, dan hasilnya dituangkan pada keputusan munas ulama 2012 di Cirebon,” ujar kang Said.(jos/nif/rst)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Evakuasi Kecelakaan Bus di Trowulan Mojokerto

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Surabaya
Senin, 27 Mei 2024
29o
Kurs