Sabtu, 18 Mei 2024

Muncul Gerakan Mengusung Hasyim Jadi Rois Aam PBNU

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan
Hasyim Muzadi, Ketika Menjadi Pembicara di Seminar Nasional. Foto : Taufik suarasurabaya.net

Seminar Nasional dengan tema Mencari Pemimpin NU masa depan yang digagas Majelis Alumni IPNU Jawa Timur mengharapkan Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU bisa menjadi Rois Aam (atau semacam Dewan Syuro) dalam Muktamar NU yang akan digelar di Jombang pada Agustus mendatang.

“Selamat datang Rois Aam, ini calon yang kita kehendaki,” kata Hasan Aminuddin, salah satu tokoh NU yang juga mantan Bupati Probolinggo, ketika menyambut kedatangan Hasyim Muzadi di acara seminar yang digelar di JX Internasional, Jumat (8/5/2015) malam.

Hasan yang menjadi salah satu pembicara di seminar ini berharap, Muktamar NU di Jombang Agustus mendatang bisa memunculkan Rois Aam yang tidak sekadar simbol, melainkan juga sosok yang menjadi motivator dan mampu menggerakkan organisasi dengan pengetahuan agama yang mampuni.

Muktamar, diharapkan juga mengembalikan fungsi Rois Aam tidak sekadar simbol melainkan juga mampu memegang peran sentral yang lantas pekerjaan teknisnya dikerjakan oleh Ketua Umum.

Sementara itu, Hasyim Muzadi sendiri mengaku jika dirinya sebenarnya sudah tidak tertarik lagi untuk masuk struktur NU. “Tapi saya kawatirkan NU ini akan tenggelam jika dibiarkan. Jadi saya ini sebenarnya tidak berambisi jadi (Rois Aam), tapi siapa diantara kita yang mampu mengatasi problem ini yang harus maju,” kata dia.

Menurut Hasyim, saat ini ada gerakan untuk membawa Nahdlatul Ulama ke lubang kehancuran. Gerakan ini, kata dia, akan mulai dimasukkan dalam Muktamar ke 33 yang akan digelar di Jombang pada Agustus 2015 mendatang. “Ada beberapa gerakan diantaranya untuk mengubah AD/ART NU di muktamar nanti,” kata Hasyim.

Menurut Hasyim, gerakan yang paling nyata adalah bagaimana mengubah pola pemilihan Rois Aam dengan menggunakan sistim ahlul hal wal aqdi yaitu sebuah cara pemilihan yang akan dilakukan oleh beberapa ulama sepuh.

Padahal, kata Hasyim, dengan pemilihan menggunakan ahlul hal wal aqdi berarti menyamakan proses pemilihan dengan tim formatur. Padahal untuk Ketua Umum PBNU, masih tetap akan dilakukan proses pemilihan secara langsung.

“Kalau Rois Aam hanya dipilih tim formatur, dan Ketua Umum dipilih langsung peserta muktamar, artinya legitimasinya akan lebih tinggi Ketua Umum daripada Rois Aam,” kata dia.

Menurut Hasyim, Rois Aam harusnya adalah pimpinan tertinggi, sedangkan Ketua Umum hanyalah pelaksana teknis organisasi. Dengan pola ahlul hal wal aqdi, dikawatirkan posisi Rois Aam akan semakin tenggelam.

Wacana penghapusan Pengurus Wilayah NU (tingkat provinsi) dan akan diganti seperti konsulat jenderal yang ditunjuk langsung oleh Ketua Umum PBNU, dinilai juga akan mengendurkan organisasi.

Selain problem organisasi, saat ini di sisi idiologi juga sudah mulai ada pergeseran dimana antara kebijakan PBNU berseberangan dengan kebijakan di daerah. Kasus Syiah Sampang misalnya, NU Sampang dengan tegas menolak, tapi Ketua Umum PBNU yang sekarang ternyata malah melindungi. (fik)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Sabtu, 18 Mei 2024
33o
Kurs