Minggu, 5 Mei 2024

Tiga Fakta Putusan PTUN Batalkan Pengesahan Kubu Romi

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan

Said Salahudin Pengamat Politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) menilai, ada tiga fakta menarik dari Putusan PTUN Jakarta yang membatalkan SK Menkumham tentang pengesahan kepengurusan PPP kubu Romahurmuzzy atau Romi.

Pertama, secara hukum Pemerintah terbukti secara sah dan meyakinkan telah bertindak sewenang-wenang karena melakukan intervensi dalam konflik di internal PPP.

Soal adanya intervensi pemerintah ini tegas dinyatakan oleh Teguh Satya Bhakti Ketua Majelis Hakim saat membacakan putusan. Sejak jauh-jauh hari saya pun sudah menyuarakan tentang dugaan adanya intervensi tersebut. Kini semuanya terbukti.

“Bila ditarik ke dalam perspektif politik, maka soal intervensi pemerintah ini menarik untuk dikupas. Bagaimana pun, konflik internal PPP tidak bisa dilepaskan dari adanya tarik-menarik dukungan politik kepada pemerintah. Kubu Romi ingin berafiliasi dengan KIH sebagai partai pendukung pemerintah, sedangkan kubu Suryadharma Ali yang sekarang dipimpin oleh Djan Faridz tetap konsisten ingin bernaung dalam KMP sebagai partai penyeimbang pemerintah,” ujar Said Salahudin dalam keterangan resminya, Kamis (26/2/2015).  

Pertanyaannya kemudian adalah siapakah yang sesungguhnya menjadi dalang dari intervensi tersebut?

Apakah intervensi itu murni ide Yasona Laoly Menkumham sendirian, ataukah dia melakukannya karena ada pesanan dari partai politik tertentu, ataukah dia diperintahkan oleh Presiden atau Wakil Presiden yang menjadi atasannya, ataukah misi intervensi itu dilakukan oleh Yasona karena memang telah ada grand design yang digagas secara kolektif oleh pihak-pihak yang bersekongkol.

Fakta menarik kedua, kata Said Salahudin, PTUN Jakarta telah mampu membuktikan diri sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam menegakan hukum dan keadilan. Majelis Hakim yang menyidangkan perkara PPP terbukti sanggup menjaga kemandirian peradilan dan terbebas dari tekanan pihak manapun.

Bukan cerita baru, selama ini sering muncul anggapan bahwa PTUN cenderung lebih berpihak kepada pemerintah.

Salah satu alasannya karena ada dugaan campur tangan atau bahkan karena ada tekanan dari pejabat yang keputusannya digugat. Apalagi untuk perkara yang menyangkut keputusan pemerintah pusat.

“Nah, kali ini Majelis Hakim PTUN Jakarta yang diketuai oleh Teguh Satya Bhakti mampu membuktikan bahwa mereka tidak bisa ditekan-tekan oleh siapapun, termasuk oleh pemerintah pusat, dalam mengadili perkara PPP. Boleh jadi terisak-isaknya Hakim Teguh saat membacakan putusan perkara PPP tadi (25/2/2015) karena dia tengah berusaha melepaskan diri dari tekanan yang datang kepadanya, tetapi dia lebih memilih untuk mengedepankan nilai-nilai kebenaran dan keadilan,” ujarnya.

Fakta menarik yang ketiga, kata Said Salahudin, sudah ada kesamaan pemahaman dari para hakim terkait penyelesaian perselisihan kepengurusan partai politik.

Sekalipun kasus PPP tidak persis sama dengan kasus Partai Golkar, namun dari putusan perkara PPP di PTUN Jakarta maupun didalam putusan perkara Partai Golkar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, ditemukan adanya kesamaan pemahaman dari para hakim terkait perselisihan kepengurusan partai politik yang harus diselesaikan melalui mahkamah partai.

“Nah, kubu Romi itu kan tidak tunduk pada Putusan Mahkamah PPP. Alih-alih mengikuti Putusan mahkamah partai, Romi, cs malah menyelenggarakan Muktamar sendiri di Surabaya dengan membentuk kepengurusan PPP baru yang kepengurusannya kemudian disahkan oleh Menkumham dan kini Keputusan Menkumham tersebut dibatalkan oleh PTUN Jakarta,” ujarnya.

Saat dihadirkan sebagai Ahli dalam persidangan kasus PPP maupun saat dimintai pendapat oleh Partai Golkar sebelum berperkara di pengadilan saya selalu menegaskan tentang kunci penyelesaian perselisihan kepengurusan partai politik adalah di tangan mahkamah partai.

Mengapa harus tunduk pada mahkamah partai?

“Sebab mahkamah partai-lah yang diberikan wewenang oleh UU Partai Politik untuk menyelesaikan perselisihan internal. Bahkan melalui Pasal 32 ayat (5) UU Parpol khusus menentukan putusan mahkamah partai yang berkenaan dengan perselisihan kepengurusan bersifat final dan mengikat,” pungkasnya.(faz/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Minggu, 5 Mei 2024
31o
Kurs