Sabtu, 4 Mei 2024

Peringati Hari Bumi, Berikut 5 Tradisi Unik Menjaga Bumi dari Berbagai Daerah di Indonesia

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan
Patung Dewi Sri sebagai simbol kemakmuran bagi masyarakat Bali. Foto: Kemenparekraf Patung Dewi Sri sebagai simbol kemakmuran bagi masyarakat Bali. Foto: Kemenparekraf

Memeringati Hari Bumi Sedunia yang jatuh setiap 22 April, berbagai cara dilakukan masyarakat sebagai bentuk ucapan syukur untuk bumi atas segala hal yang telah diberikan setiap harinya. Mulai dari menanam pohon, pembersihan sampah di pantai, dan masih banyak lagi.

Namun, ada juga beberapa daerah di Indonesia yang melakukan tradisi budaya untuk berterima kasih kepada bumi atas berkah yang melimpah.

Melansir laman resmi Kemenparekraf, salah satu tradisi yang cukup populer yakni tradisi mengucap syukur dan terima kasih kepada Dewi Sri yang biasa dilakukan masyarakat Jawa dan Bali.

Dewi Sri merupakan Dewi Bercocok Tanam atau Dewi Padi, yang turut dikenal sebagai simbol kehidupan. Konon, masyarakat lokal melakukan tradisi pemujaan kepada Dewi Sri sebagai bentuk untuk mengucap terima kasih, sekaligus memohon agar hasil panen baik dan melimpah.

Ada pula berbagai tradisi unik lainnya di setiap daerah di Indonesia yang dilakukan untuk menjaga kelestarian alam secara menyeluruh.

Tradisi Wiwitan

Tradisi wiwitan. Foto: Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta
Tradisi wiwitan. Foto: Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

Sosok Dewi Sri tidak bisa dipisahkan dari berbagai tradisi masyarakat Jawa. Sebut salah satunya adalah tradisi Wiwitan, yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sebelum masa panen padi dilakukan. Menurut kepercayaan, tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah.

Tradisi Wiwitan diawali dengan memanjatkan doa, dan dilanjutkan memotong tumpeng sebagai simbol siap panen.

Setelah itu, tradisi ini dilanjutkan dengan membagikan makanan yang telah dipersiapkan kepada seluruh masyarakat sekitar, lalu menyantapnya bersama.

Festival Jatiluwih

Festival Jatiluwih. Foto: Desa Jatiluwih Bali
Festival Jatiluwih. Foto: Desa Jatiluwih Bali

Menilik keindahan Desa Jatiluwih, Bali, tidak hanya Subak Jatiluwih yang dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada 2012. Namun, ada satu lagi daya tarik dari Desa Jatiluwih, yakni Festival Jatiluwih.

Festival berbalut tradisi ini dilakukan dengan memadukan kebudayaan dan kesenian tradisional, seni pertunjukan, seni rupa, seni musik, hingga memamerkan produk-produk kreatif khas Jatiluwih.

Menurut kepercayaan, tradisi Jatiluwih dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas ketersediaan pangan di Bumi, terutama persedian padi.

Ngertakeun Bumi Lamba

Tradisi Ngertakeun Bumi Lamba dari Jawa Barat. Foto: Kemenparekraf
Tradisi Ngertakeun Bumi Lamba dari Jawa Barat. Foto: Kemenparekraf

Selain mengucap syukur atas persediaan pangan dan hasil panen, di Jawa Barat juga memiliki tradisi menjaga bumi yang masih dilakukan hingga saat ini. Tradisi tersebut dikenal sebagai tradisi Ngertakeun Bumi Lamba.

Ngertakeun Bumi Lamba merupakan upacara menjalankan pesan kasepuhan dengan menitipkan tiga gunung sebagai paku alam (diperlakukan sebagai tempat suci). Ketiga gunung tersebut adalah Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Wayang, dan Gunung Gede.

Konon, tradisi Ngertakeun Bumi Lamba merupakan manifestasi hubungan harmonis antara manusia dengan alam dan sang pencipta.

Hal ini senada dengan filosofi hidup masyarakat Sunda, Mulasara Buana atau memelihara alam semesta, sekaligus menjaga keseimbangan alam dari berbagai perilaku yang cenderung mengeksploitasi alam secara berlebihan.

Paca Goya

Tradisi Paca Goya dari Tidore. Foto: Warisan Budaya Kemdikbud
Tradisi Paca Goya dari Tidore. Foto: Warisan Budaya Kemdikbud

Tradisi menjaga dan berterima kasih kepada bumi yang tidak kalah menarik adalah tradisi Paca Goya yang dilakukan masyarakat Kampung Kalaodi, Tidore. Dalam bahasa Tidore, Paca Goya diartikan sebagai tempat membersihkan keramat.

Tradisi ini sudah dilakukan secara turun-temurun sebagai bentuk syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang melimpah.

Di samping itu, tradisi Paca Goya juga dilakukan sebagai pengingat warga Kalaodi untuk tidak merusak maupun mengeksploitasi alam secara berlebihan. Bahkan, sebagai bentuk komitmen, masyarakat lokal memegang sumpah Bobeto yang artinya “siapa merusak alam, akan dirusak alam”.

Buka Egek

Tradisi Buka Egek dari Papua. Foto: Antara
Tradisi Buka Egek dari Papua. Foto: Antara

Satu lagi tradisi menjaga Bumi di Indonesia adalah tradisi Buka Egek. Tradisi yang dilakukan oleh Suku Moi, Papua ini merupakan tradisi untuk menjaga alam dengan mengambil secukupnya, dan tidak mengeskploitasi kekayaan alam secara berlebihan.

Menariknya, dalam tradisi Buka Egek, ada beberapa jenis sumber daya alam yang dilarang dieksploitasi oleh siapa pun dalam rentang waktu tertentu, atau antara 6-12 bulan.

Larangan dalam rentang waktu tersebut dibuat agar sejumlah sumber daya alam mempunyai kesempatan untuk berkembang dan terjaga dengan baik.(azw/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Sabtu, 4 Mei 2024
28o
Kurs