Kamis, 23 Oktober 2025

Kurs Rupiah Melemah Jadi Rp16.620 per Dolar AS Seiring BI-Rate di Level 4,75 Persen

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Ilustrasi - Petugas menunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta. Foto: Antara

Nilai tukar (kurs) rupiah, Kamis (23/10/2025), melemah sebesar 35 poin atau 0,21 persen menjadi Rp16.620 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.585 per dolar AS.

Josua Pardede Kepala Ekonom Permata Bank mengatakan pelemahan ini akibat sikap hati-hati investor melihat sentimen global menjelang rilis data inflasi AS yang dijadwalkan pada Jumat (24/10/2025). Namun dengan adanya keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate membuat pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah cenderung tertahan.

Menurut dia, selama arus portofolio masih belum konsisten berbalik masuk, ruang penguatan akan cenderung bertahap dan sewaktu-waktu diuji ulang oleh sentimen global.

“Dampaknya bagi rupiah dalam jangka pendek adalah stabilisasi dengan volatilitas yang lebih kecil. BI-Rate yang tetap, intervensi valas yang aktif, serta dukungan pasokan dari eksportir cenderung menahan pelemahan rupiah dan membuka peluang penguatan tipis seperti yang kita lihat kemarin,” kata Josua, melansir Antara.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Oktober 2025 yang berlangsung pada Selasa (21/10/2025) dan Rabu ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate tetap berada pada level 4,75 persen.

Suku bunga deposit facility diputuskan untuk tetap pada level 3,75 persen. Begitu pula suku bunga lending facility yang diputuskan untuk tetap pada level 5,5 persen.

Josua menyatakan alasan BI menahan suku bunga dapat dilihat dari sisi mikro dan makro.

Untuk sisi makro, inflasi 2025–2026 diprakirakan tetap dalam sasaran 2,5 persen plus-minus 1 persen, sehingga ruang pelonggaran tetap ada, tetapi stabilitas nilai tukar dinilai prioritas di tengah ketidakpastian global.

Meninjau dari sisi mikro, transmisi penurunan suku bunga ke perbankan masih lambat. Kendati BI-Rate sudah turun 150 bps sejak September 2024, suku bunga deposito satu bulan baru turun ke 4,52 persen dan suku bunga kredit agregat 9,05 persen pada September. Hal ini di antaranya disebabkan porsi deposito berimbal hasil khusus pada nasabah besar masih tinggi.

Karena itu, BI memilih menunggu sembari mempercepat transmisi lewat operasi moneter dan kebijakan makroprudensial, alih-alih memangkas suku bunga kebijakan sekarang.

Sebagai penguat transmisi, BI memperkenalkan insentif Likuiditas Makroprudensial berbasis kinerja dan berorientasi ke depan yang efektif 1 Desember 2025.

Skema tersebut memberi ruang insentif likuiditas hingga 5,5 persen dari dana pihak ketiga, yang terdiri dari maksimal 5 persen untuk percepatan penyaluran kredit ke sektor prioritas, serta hingga 0,5 persen untuk kecepatan penyesuaian suku bunga kredit baru mengikuti arah BI-Rate.

“Sektor yang didorong mencakup pertanian-industri-hilirisasi, jasa termasuk ekonomi kreatif, konstruksi-perumahan, serta UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan pembiayaan hijau. Kebijakan ini mempercepat turunnya harga kredit tanpa mengorbankan stabilitas rupiah,” tutupnya.(ant/kir/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Surabaya
Kamis, 23 Oktober 2025
26o
Kurs