Kamis, 25 April 2024

Produksi Migas Terus Turun, Ini yang Harus Dilakukan Pertamina untuk Bertahan

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Nanang Abdul Manaf Tenaga Ahli Komisi Pengawas SKKMigas dalam acara webinar, Senin (22/2/2021). Foto: Tangkapan layar

Nanang Abdul Manaf, Tenaga Ahli Komisi Pengawas SKK Migas meyakini Pertamina bisa terus bertahan meski Indonesia berada dalam situasi kritis karena kebutuhan energi meningkat sementara produksi dan penemuan cadangan migas terus menurun.

Solusinya, regulasi dan fiscal terms saat ini perlu diperbaiki untuk investasi kegiatan eksplorasi migas di Indonesia. “Negara-negara di seluruh dunia sedang berkompetisi dalam mengundang investasi hulu migas. Banyak negara yang lapangan produksinya sudah tua melakukan berbagai upaya membuat iklim investasinya menarik bagi investor,” kata Nanang, dalam paparannya di acara webinar, Senin (22/2/2021).

Nanang menegaskan, Indonesia harus mengadaptasi fiscal terms yang ada di global untuk menarik investasi dalam aktivitas eksplorasi migas atau memperkecil tingkat resiko investasinya dibanding dengan negara lain.

“Hasil analisis kami menunjukkan bahwa perbaikan fiscal terms berdampak pada peningkatan keuntungan bagi kedua belah pihak, baik kontraktor maupun pemerintah, dari sisi investasi maupun pendapatan,” katanya melalui keterangan pers.

Saat ini, ada pergeseran aktivitas hulu migas di Indonesia dari lapangan on shore yang sudah berumur tua ke daerah lepas pantai dan laut dalam. Tantangan eksplorasi laut dalam adalah biaya investasi yang mahal yang membutuhkan 80-100 juta dolar AS untuk pengeboran satu sumur, tingkat pengembalian investasi (IRR) yang rendah, dan periode eksplorasi yang pendek yakni sepuluh tahun.

Lead time atau waktu dari discovery ke produksi pertama di Indonesia antara 8 – 26 tahun tergantung dari jenis lapangannya. Sedangkan rata-rata Lead Time Indonesia sekitar 10,5 tahun. “Tentunya kondisi tersebut yang mempengaruhi investor untuk melakukan eksplorasi di Indonesia,” kata Nanang.

Menurut Nanang, perlu ada perbedaan strategi pengelolaan lapangan baru dan lama (mature). “Kita harus low cost, harus efisien. Supaya kita masih bisa memproduksi yang sifatnya marginal dan lapangan-lapangan yang mungkin keekonomiannya sudah pas-pasan,” katanya.

Jika bisa menyelesaikan tantangan untuk mengelola lapangan-lapangan ‘mature’, maka Pertamina bisa bertahan. “Sementara kita punya modal dari kegiatan katakanlah mengelola lapangan yang tua, dengan modal itu kita bisa investasi juga untuk kegiatan eksplorasi baru. Portofolionya harus berimbang, yang fokus ke produksi tapi juga ada yang fokus mencari tambahan cadangan baru dengan kegiatan eksplorasi,” kata Nanang.

Selain bertahan, kata Nanang Pertamina harus tumbuh baik dari sisi cadangan, finansial, dan produksi. “Di Pertamina EP ini ada lapangan yang umurnya 40 tahun. Ada yang 50 tahun. Bahkan ada yang lapangan itu ditemukan sebelum saya lahir. Lapangan Talang Akar ditemukan pada 1920. Lapangan Rantau ditemukan pada 1940. Tapi masih bisa survive, masih bisa kita produksikan dan tentunya punya nilai ekonomis, artinya menghasilkan profit,” katanya. (iss/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 25 April 2024
26o
Kurs