Sabtu, 27 April 2024

Pakar Kebijakan Publik: Mengendalikan Inflasi adalah Tugas Negara Bukan Rakyat

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli bahan pokok di Pasar Pabean Surabaya, Sabtu (27/8/2022). Foto: Redhita suarasurabaya.net

Prof Rudi Handoko, pakar administrasi publik Universitas 17 Agustus 19 45 (Untag) Surabaya menyebutkan bahwa otoritas untuk mengendalikan inflasi ada di tangan pemerintah, melalui kebijakan fiskal dan moneter. Sehingga, ajakan pemerintah agar masyarakat menanam tanaman pangan bukanlah suatu hal yang signifikan.

Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang melibatkan masyarakat dalam meredam inflasi.  Menteri Luhut mengajak semua kompak terlibat dalam perang rakyat semesta, dimana masyarakat bisa turut mengendalikan laju kenaikan harga atau inflasi dengan cara yang sederhana, yakni menanam barang kebutuhan pokok seperti cabai merah, bawang merah hingga cabai rawit di rumah masing-masing.

“Menanam cabai, bayam, sejak zaman orde baru sudah ada. Persoalannya bukan di situ, tapi rantai produksi dan distribusi pangan kita sehingga terjadi inflasi,” kata Rudi dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Rabu (31/8/2022) menanggapi pernyataan

Rudi menegaskan, hal-hal terkait optimalisasi produksi pertanian adalah urusan Kementerian Pertanian. Kemudian panjangnya rantai distribusi hasil pertanian yang menyebabkan harga pangan melambung adalah pekerjaan rumah pemerintah.

“Kebutuhan pangan bukan hanya yang bisa diproduksi sendiri, tapi melalui proses yang panjang. Masalahnya kan sudah terjadi inflasi,” ujarnya.

Prof Rudi menilai pemerintah kurang bijaksana jika memposisikan rakyat sebagai pihak yang disalahkan. Menurut dia, rakyat sudah memiliki kesadaran untuk beradaptasi untuk bertahan ketika dalam kondisi susah, tanpa harus disuruh oleh negara. “Mereka akan mengatur ekonomi rumah tangganya. Kalau pendapatan tetap dan pengeluaran membengkak, akan mengencangkan ikat pinggang,” kata Rudi.

Ajakan pemerintah agar masyarakat menanam sumber pangan karena inflasi, menurut Rudi adalah sinyal supaya rakyat bersiap menghadapi kesulitan ekonomi. Sehingga saat pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), rakyat tidak terlalu protes.

“Masalahnya selama ini negara bilang ekonomi baik lalu ekonomi kuat, tapi di satu sisi membebankan kondisi perekonomian ke masyarakat. Hal ini kontradiktif. Sebenarnya menekan inflasi adalah tugas pemerintah, bagaimana membuat APBN kita cukup likuid meng-cover semua persoalan ekonomi global maupun lokal. Bukan sekadar memangkas permintaan pangan dari petani ke konsumen,” ujar dia.

Terkait istilah perang menghadapi inflasi, Rudi menilai kurang tepat. Penggunaan istilah itu secara psikologis menyebabkan masyarakat cepat gelisah. Seakan persoalan di depan mata begitu besar, bombastis.

“Harga BBM naik kan sudah berkali-kali dan selalu akan menciptakan keseimbangan baru. Pada awalnya akan ada sedikit gejolak, lalu masyarakat akan beradaptasi,” katanya.

Terlepas dari tanggung jawab pemerintah terhadap inflasi, Rudi menilai masyarakat juga perlu menyadari jika kondisi ekonomi Indonesia tidak selalu baik karena efek pandemi dan ekonomi dunia.

“Masyarakat harus bisa beradaptasi pada perubahan ekonomi. Pada tingkat keluarga, konsumsi bisa ditekan. Hal-hal yang tidak penting, tidak harus dilakukan saat ini. Kemudian di lingkup UMKM, ketika berinvestasi harus membaca kondisi pasar agar bisa bertahan,” tutur Rudi.

Dalam pandangan Rudi, kondisi ekonomi Indonesia saat ini memang tidak terlalu baik, tapi tidak genting.(iss/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 27 April 2024
33o
Kurs