Jumat, 26 April 2024

Pemerintah Perlu Segera Turunkan Inflasi untuk Menahan Kenaikan Suku Bunga Acuan BI

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Logo Bank Indonesia. Foto: Dokumentasi BI

Josua Pardede Kepala Ekonom Bank Permata menyarankan Pemerintah menurunkan inflasi sesegera mungkin, terutama pada bulan Desember dan Januari 2023.

Kalau pemerintah mampu menurunkan inflasi, Bank Indonesia (BI) tidak akan terlalu menaikkan suku bunga acuan secara agresif.

“Pemerintah perlu menurunkan tingkat inflasi secepatnya, terutama pada bulan Desember dan Januari. Khususnya untuk mengantisipasi harga barang yang bergejolak. Karena, ada kemungkinan BI menaikkan suku bunganya pada Kuartal pertama 2023,” ujarnya di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Sekarang, lanjut Josua, kondisi inflasi Indonesia cenderung mengalami normalisasi. Dia memperkirakan inflasi pada akhir 2023 bisa berada di bawah 4 persen.

“Dari sisi inflasi saya perkirakan pada akhir 2023 akan berada pada kisaran 3,0 persen sampai 3,5 persen,” ungkapnya.

Walau begitu, Josua menyarankan Pemerintah mewaspadai goncangan pada Rupiah kalau resesi global benar-benar terjadi. Karena, hal itu akan memicu kenaikan harga barang yang didatangkan dari luar negeri.

“Salah satu risiko yang perlu diperhatikan Pemerintah saat ini terkait inflasi adalah potensi goncangan pada Rupiah di saat sentimen risk-off menguat bila resesi terjadi, yang berakibat pada kenaikan harga barang impor,” paparnya.

Jika Pemerintah mampu menahan inflasi dan harga barang tidak terlalu tinggi, maka BI juga akan mempertahankan suku bunga acuan.

Sebaliknya, kalau kenaikan harga tidak terbendung, BI diprediksi akan menaikkan suku bunga acuan menjadi 6 persen pada 2023.

Kondisi itu akan mengulang sejarah tahun 2018, ketika suku bunga mencapai 6 persen, imbasnya perlambatan ekonomi terjadi pada tahun 2019.

Sebelumnya, Mahendra Siregar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kondisi dilematis yang menjadi tantangan perekonomian ke depan.

Pertama, menurunkan inflasi dengan menaikkan tingkat suku bunga. Kedua, menurunkan suku bunga dalam menghadapi resesi agar roda perekonomian dapat terus bergerak.

“Tapi, tahun depan itu dua hal tersebut terjadi sekaligus. Inflasi tinggi. resesi berat. Jadi, menaikkan tingkat bunga makin resesi, tidak menaikkan tingkat bunga, akibatnya inflasi naik terus. Itu suatu dilema yang luar biasa,” ungkapnya.

Pemerintah meyakini perekonomian Indonesia tetap solid di tengah ketidakpastian global dan penurunan pertumbuhan ekonomi dunia. Pada Triwulan III-2022, perekonomian Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan 5,72 persen (yoy).

Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian menyebut proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 mencapai 5,3 persen.

“Dengan pertimbangan berbagai risiko global dan domestik, kami optimis dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebanyak 5,2 persen tahun 2022, dan 5,3 persen di tahun 2023,” ucapnya di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Sementara itu, Teuku Riefky Peneliti Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan LPEM UI mengatakan perlunya bank sentral mengendalikan arus modal keluar.

“Untuk itu, BI perlu menjaga rate differential sekaligus memperhatikan laju inflasi domestik serta nilai tukar Rupiah. Jadi, kalau The Fed masih agresif, BI pun tampaknya harus menjaga agresivitas pengetatan suku bunga untuk menjaga arus modal keluar bisa relatif terkendali dan stabilitas nilai tukar Rupiah bisa terjaga,” katanya.

Kemudian, untuk menjaga laju inflasi, Riefky menyarankan sejumlah extra effort yang harus dilakukan Pemerintah.

“Selain dari kebijakan moneter konvensional, sejauh ini koordinasi TPIP-TPID dan penebalan jaring pengaman sosial relatif mampu mengendalikan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat,” tandasnya.(rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
26o
Kurs