Jumat, 29 Maret 2024

Tim ITS, Kembangkan Beton Berbahan Limbah Kelapa Sawit

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Tim ITS Surabaya saat melakukan uji coba pembuatan Beton SCC memanfaatkan limbah Kelapa Sawit. Foto: Humas ITS Surabaya.

Tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berinovasi merancang beton SCC (Self Compacting Concrete) dengan memanfaatkan limbah Kelapa Sawit.

Tim bernama WcFlurry ini memilih abu pembakaran dari limbah Kelapa Sawit atau Palm Oil Fuel Ash (POFA) sebagai material pengganti semen. Menurut Cita Nanda Kusuma Negari, satu diantara anggota tim selama ini pemanfaatan POFA masih minim dan belum terkelola dengan baik.

POFA, tambah Cita menjadi masalah bagi industri Kelapa Sawit karena memerlukan lahan pembuangan yang luas dan jumlahnya yang terus meningkat. “Jadi, kami ingin mengangkat konsep sustainable atau keberlanjutan dari poin-poin tersebut,” papar mahasiswa Departemen Teknik Sipil ini.

Cita memaparkan, POFA terlebih dahulu harus disaring sampai lolos ayakan nomor 325. Tujuannya, agar ukuran partikel dapat terkontrol sesuai dengan ukuran semen sehingga bisa reaktif.

“Apabila ukuran partikelnya lebih besar dari ukuran semen, POFA ini hanya akan bekerja sebagai filler atau bahan pengisi, bukan sebagai binder atau pengikat,” tambah Cita.

Cita menambahkan bahwa POFA sebagai substitusi semen memiliki kandungan pozolanik seperti silika, alumina, dan besi yang tinggi.

Kandungan tersebut berguna untuk membantu reaksi hidrasi sekunder yang dapat meningkatkan kekuatan beton. “Pozolannya lebih dari 70 persen sehingga sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI),” ujar Cita.

Beton SCC buatan tim bimbingan Ir Faimun MSc PhD dan Prof Tavio ST MT PhD ini juga melewati proses uji slump flow, L-Box, dan compressive strength. Uji slump flow dan L-Box ini berfungsi untuk mengetahui kelecakan (workability) dari campuran beton segar guna menentukkan tingkat kemampuan kerjanya.

Sedangkan compressive strength atau uji tekan berfungsi untuk menguji kekuatan materialnya.

Dari hasil uji slump flow menunjukkan nilai 685 milimeter, sehingga lolos standar The European Federation of Specialist Construction Chemicals and Concrete Systems (EFNARC) sebesar 500 milimeter. Sedangkan untuk compressive strength mendapat nilai rata-rata 26 megapascal.

Dalam penelitiannya, Cita menceritakan bahwa ia dan timnya yang terdiri dari Agus Bastian dan David Gideon tersebut harus berulang kali melakukan trial dan error untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan target.

Dengan hasil inovasinya tersebut, tim ini pun telah berhasil menyabet juara ketiga dalam ajang International Concrete Competition (ICC) 2018 di Universitas Sebelas Maret (UNS), beberapa waktu lalu. “Harapan kedepannya semoga lebih maksimal lagi pada kompetisi selanjutnya,” pungkas Cita, Selasa (11/12/2018).(tok/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
26o
Kurs