Sabtu, 20 April 2024

Terbukti Menerima Suap, Romahurmuziy Divonis Dua Tahun Penjara

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Romahurmuziy mantan Ketum PPP terdakwa korupsi berdiri mendengarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/1/2020), di Ruang Sidang PN Jakarta Pusat. Foto: Farid suarasurabaya.net

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, menjatuhkan vonis pidana dua tahun penjara serta denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan terhadap Romahurmuziy alias Rommy, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ini setelah Majelis Hakim menyatakan Rommy melakukan tindak pidana korupsi, terkait jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur.

Menurut majelis hakim, Rommy terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap Rp255 juta dari Haris Hasanuddin Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur, dan Rp91 juta dari Muhammad Muafaq Wirahadi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.

Berdasarkan fakta yang terungkap dalam serangkaian persidangan, majelis hakim berkeyakinan terdakwa melanggar Pasal 11 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Amar putusan itu dibacakan Fahzal Hendri Ketua Majelis Hakim, sore hari ini, Senin (20/1/2020), di Ruang Sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Menyatakan terdakwa Romahurmuziy telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun penjara dan denda Rp100 juta,” ucap hakim.

Faktor yang meringankan vonis, terdakwa belum pernah dihukum, berlaku sopan di persidangan, masih punya tanggungan keluarga, belum sempat menikmati uang suap, dan sudah mengembalikan uang yang diterimanya.

Sedangkan yang memberatkan, majelis hakim menilai terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi.

Sekadar informasi, vonis majelis hakim itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu empat tahun penjara plus denda Rp250 juta.

Kemudian, jaksa juga meminta hakim mencabut hak politik Rommy untuk dipilih sebagai pejabat publik selama lima tahun sesudah menjalani hukuman penjara, serta kewajiban membayar uang pengganti Rp46 juta.

Tapi, dalam putusannya, majelis hakim tidak mencabut hak politik Rommy karena merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 56/PUU-XVII/2019, tentang pengujian Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Dalam putusan itu, MK mendetailkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah. Selain mantan napi harus memiliki jeda lima tahun untuk dapat maju dalam pemilu, mantan napi yang akan maju juga bukan merupakan pelaku tindak pidana berulang. Kemudian, mantan napi juga harus jujur mengumumkan latar belakang pernah dipidana.

Sedangkan terkait uang pengganti, majelis hakim memutuskan terdakwa tidak perlu membayar karena sudah mengembalikan semua kepada negara melalui rekening KPK.

Atas vonis majelis hakim tersebut, baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Seperti diketahui, Sabtu (16/3/2019), KPK menetapkan Romahurmuziy, Muafaq Wirahadi, dan Haris Hasanuddin sebagai tersangka tindak pidana korupsi, pascaterjaring operasi tangkap tangan Tim KPK, di Surabaya, Jawa Timur. (rid/iss/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 20 April 2024
28o
Kurs