Senin, 29 April 2024

Dewas LPA: Kenakalan Anak Disebabkan Kurang Diberi Hak Berpendapat

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Edward Dewaruci Dewan Pengawas Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim. Foto: Dok./ Anggi suarasurabaya.net

Hak berpartisipasi atau hak berpendapat dalam pola komunikasi antara orang tua dan anak, menjadi salah satu faktor yang dapat memicu kenakalan pada anak atau remaja.

Edward Dewaruci Dewan Pengawas Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim mengatakan, jika pendapat mereka tidak didengar, maka keresahan yang mereka rasakan tidak tersampaikan dan malah tersalurkan ke hal-hal lain diluar keluarga.

“Hak-hak dasar anak harusnya terpenuhi seperti hak didengar pendapatnya, partisipasinya. Kadang kalau mereka berpendapat, guru atau orang tua bilang ‘wis ojok ngeyel ae’ (sudah, jangan membantah aja, red), mereka manusia punya perasaan dan pemikiran. Tapi kegalauan dan keresahannya tidak disalurkan,” kata Edward kepada Radio Suara Surabaya, Kamis (6/2/2020).

Sehingga masalah tersebut akan muncul jika pola komunikasi antara orang tua atau keluarga atau guru di sekolah, tidak memahami apa yang menjadi keinginan anak. Ego orang dewasa dalam menekan anak dan menutup ruang pendapat, akhirnya membuat anak kehilangan kepercayaan diri dan melampiaskannya ke orang lain, yang belum tentu merupakan yang tepat dalam memberikan masukan.

Edward juga menerangkan, bahayanya menggunakan kekerasan dalam membungkam pendapat atau menegur perilaku anak. Menurutnya, orang tua saat ini harus lebih pintar dalam melakukan pola asuh, agar kekerasan tidak ditiru oleh anak-anak mereka.

“Saat orang tua tersinggung dengan omongan anak, kekerasan diterima anak-anak. Mereka akan berpikir ‘kalau aku disentak orang, berarti aku harus melawan dengan suara yang lebih keras’, itu kan sebenarnya pelajaran yang diterima anak-anak dari rumah,” paparnya.

Terlebih lagi, berbeda dengan anak-anak jaman dulu. Edward mengatakan, anak-anak jaman sekarang memiliki keberanian yang lebih besar dan tanpa rasa takut dalam melakukan sesuatu.

Menurutnya, munculnya keberanian tersebut dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, salah satunya game online. Dengan bermain game tentang perang-perangan, hal itu otomatis akan membentuk adrenalin anak-anak menjadi lebih besar.

“Kalau dari (penelitian) teman-teman psikolog, anak-anak jaman sekarang dilatih untuk meningkatkan adrenalin lebih mudah. Di warung-warung yang ada WiFi, mereka main perang-perangan, game online, itu lebih cepat masuk ke kognitif yang membuat mereka bersikap secara tidak sadar,” jelasnya.

Untuk itu, ia mengimbau kepada para orang tua untuk memahami bahwa anak-anak adalah subordinat (bawahan) mereka. Karena, lanjut Edward, anak-anak merupakan cerminan orang tua dan meniru apa yang dilakukan orang dewasa di sekitarnya.

Sehingga, orang tua harus lebih sering memantau perkembangan anak dengan lebih banyak waktu bersama, untuk memberikan pemahaman apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan

“Kalau anak-anak itu sebenarnya menirukan orang dewasa. Terutama usia remaja, kondisi dia masih labil,” ujarnya.(tin/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Senin, 29 April 2024
30o
Kurs