Minggu, 28 April 2024

Ketua IPW: 31 Anggota Polri yang Terlibat Kematian Brigadir J Sudah Seperti Geng Mafia

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi. Grafis: suarasurabaya.net

Sugeng Teguh Santoso Ketua Indonesia Police Watch (IPW) menyesalkan keterlibatan 31 anggota Polri, termasuk tiga perwira tinggi (di antaranya Ferdy Sambo) yang saat ini sedang diperiksa tim khusus bentukan Kapolri, karena diduga menghambat pengungkapan kebenaran dari meninggalnya Brigadir Nofiansyah Hutabarat ( Brigadir J) di rumah dinas Kadiv Propam Juli lalu. Meski tidak ikut terlibat langsung dalam proses pembunuhan Brigadir J, para terperiksa diduga terlibat dalam upaya menghilangkan jejak.

“Padahal mereka ini Polisi. Apalagi para perwira ini kan pasti tahu betul tentang peraturan, hukum dan tanggung jawabnya sebagai aparat penegak hukum. Tapi justru melanggar hukum hanya karena diminta membantu (menghilangkan jejak tewasnya Brigadir J) oleh FS,” ungkap Sugeng Teguh Santoso pada Radio Suara Surabaya, Rabu (10/8/2022) sore.

“Hubungan saling melindungi seperti ini padahal sudah terbukti salah, pastinya sudah terjadi sejak lama. Itu mengapa saya bilang ini sudah seperti geng mafia, meski salah ada saja yang menutup-nutupi,” lanjutnya.

Ketua IPW ini juga menyayangkan penyalahgunaan hierarki kepolisian, di mana seorang perwira yang seharusnya menjadi teladan bawahan dengan melakukan pengawasan dan pembinaan, justru memerintahkan untuk melanggar hukum. Untuk itu, dia meminta agar Jenderal Listyo Sigit Prabowo Kapolri melakukan pembenahan dalam internal Polri, dengan adanya pengungkapan kebenaran atas kasus kematian Brigadir J.

“Bisa jadi karena mereka (para terperiksa) sudah merasa dirinya adalah wujud dari hukum itu sendiri, makanya merasa tindakannya (membunuh dan menutup-nutupi) itu bisa dilakukan,” ucapnya.

Sugeng Teguh Santoso menegaskan, jika mengacu pada kode etik, polisi seharusnya wajib menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum yang ada. Dia juga mengungkapkan, bahwa IPW sejauh ini banyak menerima laporan dari masyarakat, terkait penyelewengan wewenang yang dilakukan oleh anggota Polri dalam menegakkan keadilan.

“Salah satunya pernah ada mahasiswa pengurus suatu organisasi yang dituduh melakukan perampokan dan kejahatan lain. Dalam prosesnya mahasiswa itu dipukuli dan dipaksa mengaku telah melakukan tindak pidana. Padahal tidak ada laporan dari masyarakat seperti yang disangkakan, dan pada prosesi pengadilan akhirnya si mahasiswa dibebaskan,” jelasnya.

Namun, Ketua IPW ini juga menjelaskan bahwa penetapan FS sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J, bisa jadi momentum untuk mengembalikan kepercayaan publik pada institusi Polri sebagai aparat penegak hukum, yang sebelumnya sempat mengalami penurunan.

Teguh juga menerangkan jika IPW statusnya hanya sebagai lembaga yang memantau kinerja dan memberi usulan kepada Polri. Namun, dia menjelaskan jika sejauh banyak masyarakat yang secara tertutup melaporkan berbagai pelanggaran anggota Polri kepada IPW.

Untuk itu ke depan, ia berharap agar publik bisa lebih dilibatkan dalam majelis kode etik kepolisian, agar jika ke depan ada pemeriksaan dugaan pelanggaran, bisa lebih akuntable karena adanya peran publik.

“Seperti kedokteran dan pengacara. Dalam sidang majelis kehormatannya melibatkan unsur publik agar lebih terbuka. Jadi ayo publik jangan abai dan terus kontrol. Kritik sangat boleh, tapi juga harus konstruktif,” pungkasnya. (bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Minggu, 28 April 2024
28o
Kurs