Kamis, 16 Mei 2024

Majelis Perdamaian Desa akan Dibentuk dalam Revisi UU Desa

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Abraham Liyanto anggota Komite I DPD RI. Foto: DPD RI

Komite I DPD RI sedang menggarap revisi UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Proses revisi sudah masuk dalam tahap finalisasi akhir.

Satu diantara poin menarik dari revisi itu adalah dibentuknya Majelis Perdamaian Desa (MPD). MPD bertugas mendamaikan perselisihan masyarakat yang terjadi di desa.

“Kita lihat belakangan ini, lembaga-lembaga adat di desa-desa itu hampir hilang perannya dalam menyelesaikan konflik masyarakat. Masalah kecil saja langsung dibawa ke polisi atau kejaksaan. Padahal, lembaga adat di desa-desa selama ini, punya cara sendiri dalam menyelesaikan masalah dan cepat prosesnya,” kata Abraham Liyanto anggota Komite I DPD RI di Jakarta, Kamis (4/11/2021).

Dia menjelaskan MPD disisipkan antara Pasal 68 dan Pasal 69. Ada sembilan pasal yang mengatur lembaga itu yakni Pasal 68 A hingga Pasal 68 I.

Kata Abraham, MPD bersifat adhoc (sementara) yang diketuai oleh Kepala Desa (Kades) dengan anggota dari pimpinan lembaga adat dan tokoh masyarakat. Keanggotaan ditunjuk oleh Kepala Desa.

“MPD menyelesaikan masalah dengan musyawarah untuk mendamaikan para pihak yang berselisih. Perselisihan bisa perorangan maupun kelompok yang terjadi di desa,” jelasnya.

Menurut Abraham, MPD menyelesaikan perselisihan sengketa keperdataan, pidana dan pelanggaran norma atau tradisi masyarakat. Dalam menyelesaikan perselisihan, MPD harus memperhatikan pranata lokal tradisional yang masih berlaku dan diakui keberadaannya oleh masyarakat desa.

“MPD menyelesaikan masalah dalam waktu paling lama 14 hari kerja sejak permohonan dan laporan diterima,” tegas Abraham.

Dia menyebut setelah disepakati melalui MPD, perselisihan tidak dapat dilakukan proses hukum dan tidak dapat diajukan ke pengadilan. Namun jika tidak mencapai perdamaian, penyelesaian masalah dapat dilanjutkan melalui proses hukum yang ada.

Abraham menegaskan anggota MPD berhak mendapatkan honorarium pertemuan yang diberikan berdasarkan kehadiran. Besaran honorarium ditetapkan oleh Bupati/Walikota.

“Ini terobosan baru dalam revisi UU Desa untuk menyelesaikan berbagai persoalan di desa. Kita coba mencegah agar masyarakat tidak gampang bawa persoalan ke aparat penegak hukum karena proses seperti itu sangat lama dan memakan waktu serta tenaga para pihak bersengketa,” tutup Abraham.(faz/tin/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Kamis, 16 Mei 2024
25o
Kurs