Sabtu, 27 April 2024

Golkar: Rekam Jejak Jadi Acuan KIB Mengusung Capres 2024, Bukan Popularitas dan Elektabilitas

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Firman Subagyo anggota Komisi II DPR RI dalam dialektika demokrasi "Tenggelamnya caleg di tengah hiruk-pikuknya pilpres" di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (28/3/2019). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Firman Subagyo Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar mengatakan, belum diputuskannya nama bakal calon presiden (capres) Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) adalah bentuk komitmen dan keseriusan koalisi.

Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN) sepakat menjalin kerja sama untuk menghadapi Pemilu mendatang.

Tapi, selama hampir setahun terbentuknya KIB, belum ada kesepakatan nama bakal capres-cawapres dari internal partai koalisi.

Munas Golkar sudah lebih dulu memutuskan Airlangga Hartarto sebagai bakal capres, dan PPP mendukung Ganjar Pranowo.

“Itu bentuk keseriusan KIB. Kami komitmen untuk mencalonkan capres-cawapres harus hati-hati karena untuk memimpin bangsa dan negara ini lima tahun ke depan harus benar-benar orang yang tepat,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Jumat (28/4/2023).

Menurut Firman,capres dan cawapres jangan sekadar ditentukan faktor popularitas. Tapi, juga harus mempertimbangkan rekam jejaknya.

“Popularitas seseorang bisa dibentuk dan bisa dibangun melalui lembaga-lembaga survei dan konsultan politik. Tapi, itu tidak berbanding lurus dengan rekam jejak capres dan cawapres dalam keberhasilan melaksanakan tugas yang diembannya selama ini,” papar Firman.

Rekam jejak sangat penting karena ke depan tantangan presiden dan wapres terpiiih akan semakin berat seperti mengendalikan gejolak ekonomi global yang tidak menentu.

“Keberhasilan capres cawapres harus lebih terukur. Jangan sampai orang yang gagal memimpin daerah atau wilayah kemudian diberikan kepercayaan memimpin Indonesia yang lebih banyak persoalannya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Anggota Badan Legislasi DPR RI itu bilang, rakyat harusnya mendapat pembelajaran untuk berpikir realistis dan rasional. Jangan berdasarkan emosional karena melihat hasil survei yang kadang-kadang semu, dan belum tentu akurat.

“Itu salah satu tugas partai politik untuk menberikan pendidikan dan kesadaran politik kepada rakyat supaya memilih pemimpin tepat. Karena partai politik yang mempunyai mandat untuk mencalonkan capres dan cawapres,” imbuhnya.

Komintmen kebangsaan, sambung Firman, tetap harus dibangun di tengah proses demokrasi Indonesia yang sudah berjalan dengan baik.

“Sudah waktunya membangun kesadaran politik baik partai politik dan rakyat kalau presiden setelah terpilih adalah milik Rakyat Indonesia, bukan milik partai yang mencalonkan saja. Kesadaran itu juga harus dipahami dan dimiliki capres cawapres yang akan datang. Jadi, publik tidak usah cemas kalau KIB belum memutuskan capresnya karena berbagai alasan rasionalitas,” pungkasnya.(rid/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 27 April 2024
31o
Kurs