Kamis, 2 Mei 2024
14-02-2007

Proses Perda Yang Mengatur Rokok Di Surabaya

Laporan oleh Noer Soetantini
Bagikan

Sampai saat ini proses Raperda Pencemaran Udara berkembang menjadi dua alternatif yakni Raperda dibuat khusus mengatur rokok saja dan Raperda mengenai pengendalian pencemaran udara. Ini disampaikan Ir.TOGAR SILABAN Kadis LH Pemkot Surabaya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (14/02).

Perkembangan dari proses Raperda Pencemaran udara, kata TOGAR, berdasarkan pertimbangan jika hanya Raperda Pengendalian Pencemaran Udara, sifatnya masih sangat umum. Sedangkan pengaturan masalah rokok saja, lebih spesifik.

Tetapi perkembangan itu, tegas TOGAR, belum diputuskan apakah Raperda khusus rokok saja atau Pencemaran Udara saja atau dibuat Raperda keduanya. Untuk draft Raperda Rokok sudah disiapkan Dinas Kesehatan tapi belum sampai mengatur spesifik, hanya menitiberatkan pada aspek perlindungan terhadap perokok maupun yang tidak merokok. Soal distribusi belum ada dalam draft.

“Kurang lebih 2 bulan terakhir melakukan pertemuan 4 kali termasuk melibatkan pakar. Bagian Hukum saat ini memproses dari sisi administrasi dan hukumnya. Kalau memang rokok dibuat aturan sendiri, maka dalam Raperda Pencemaran Udara hanya menyebutkan secara umum dan me-rever ke Perda Merokok,”paparnya.

Untuk waktu yang dibutuhkan dalam proses penyelesaian Raperda, TOGAR menegaskan, dalam bulan ini atau awal bulan depan akan difinalkan di tingkat Dinas. Setelah di Dinas baru ke Bagian Hukum dan dikirim ke DPRD Surabaya.

Dalam penyusunan Perda Pencemaran Udara, TOGAR mengatakan, tidak ada kendala, tinggal pembahasan redaksional termasuk pengaturan formatnya dan pasal demi pasal.

AMIN pendengar Suara Surabaya dalam Wawasan mengatakan lebih setuju jika Raperda dipisah. Tapi Pemkot Surabaya harus lebih tegas, apalagi banyaknya pelanggaran hukum. Tanpa ketegasan, fungsi dari Perda, tidak akan terjadi.

RUDI NIRWANTA pendengar Suara Surabaya tidak mempermasalahkan apakah Raperda dipisah atau tidak. Yang penting, kalau di dalam satu Perda masih bisa dibagi secara spesifik terkait dengan pengaturan merokoknya sendiri.

“Dalam pasal-pasal tersebut ada pengaturan secara spesifik untuk masing-masing, terkait yang dituju bagi pencemaran udara. Ini satu langkah yang positif dimana dalam penyusunan Raperda Pemkot Surabaya sudah melibatkan institusi independen,
“ujarnya.

BUDI DJOKO pendengar Suara Surabaya mengatakan sebenarnya Perda Rokok harus sudah ada sejak pabrik rokok berdiri. Regulasi harus jelas, siapa yang membeli rokok dan cukai dinaikkan utnuk membatasi. Publik area harus menyediakan fasilitas merokok.

PARLIN pendengar Suara Surabaya berpendapat pemikir birokrat dan legislatif jangan mudah terkecoh dengan adanya Raperda Merokok. Karena banyak Perda yang dibuat tapi tidak dilaksanakan maksimal.

BAMBANG HARIBOWO perokok menilai regulasi harus dibuat seadil-adilnya. Negara masih membutuhkan pajak dari rokok. Regulasi jangan merugikan satu pihak saja. Kalau katanya dokter yang lebih berbahaya adalah perokok pasif. Daripada pasif lebih baik merokok saja.

Sedangkan INA mengatakan kalau semua keluarganya adalah perokok. Termasuk para tukangnya yang ada di desa. Kalau menutup pabrik rokok tidak mungkin. Cuma diimbau hendaknya pabrik rokok yang bonafide bisa memberikan contoh bagi pabrik rokok yang lebih kecil. Bisa saja dengan mencari cara agar asap rokok tidak menimbulkan sesuatu yang membahayakan.

“Di desa banyak rokok yang murah, apakah sudah ada ijinnya ? Kalau tidak ada ijinnya, kualitasnya tidak bisa dijamin. Bagaimana tanggapan dari para pakar ?”tukasnya.

NISYE berpendapat sama dengan Pak RUDI. Tidak ada masalah apakah Perda dibuat dipisah atau tidak dengan Perda Pencemaran Udara. Yang penting penegakan hukum terhadap pelanggarnya.

Menurut NISYE, apakah Pak TOGAR juga sudah memikirkan penegakan hukumnya. Apakah sudah melibatkan para penegak hukum dan kemudian diarahkan ke materinya. Masalahnya, selama ini dari Perda yang ada, belum ada input yang jelas dan banyak menyita waktu dan uang.

SUBAKIR menyarankan Perda supaya disusun dengan cermat. Urusan rokok tidak sekadar perokok aktif dan pasir serta pencemaran udara. Tapi juga menyangkut produsen yang terlibat dengan perusahaan besar dengan buruh yang sama. Jangan sampai blunder, seperti PP No.37/2006.

Supaya cermat, kata SUBAKIR, harus dikaji dan tidak grusah-grusuh. Selama ini kesannya, perokok di-kuyo-kuyo dan jangan sampai terjadi benturan-benturan yang tidak perlu.

Tentang perkembangan Raperda Pencemaran Udara dengan memunculkan Raperda Khusus Merokok, RATNAWANGSA Ketua Komisi A DPRD Surabaya lebih setuju terpisah. Ini memudahkan penjabarannya dan realisasinya di lapangan, karena menyangkut orang banyak.

Ada rokok berarti ada pemasarannya, reklame dan apa yang diakibatkan dari rokok itu. Secara positif, pabrik rokok menyerap tenaga kerja dan cukainya masuknya ke negara. Di sisi lain, dampak yang disebabkan dari asap rokok.

Merokok, menurut RATNAWANGSA, merupakan tindakan pemborosan saja. Masalah Raperda memang pro dan kontra, ini merupakan kendala tapi masih bisa dipikirkan jalan keluarnya.

Menyikapi tindaklanjut proses Raperda tersebut, RATNAWANGSA menjelaskan, begitu masuk ke DPRD akan dibawa ke Panmus. Panmus membentuk Pansus dan membahas bersama dinas terkait serta tim ahli serta masyarakat luas seperti produsen dan konsumen.

“Kemudian kita lihat dengan daerah lain yang sudah mengaplikasikan Perda Merokok. Dengan demikian, akan dikomparasikan. Kemungkinan resistensinya, akan diadakan sosialisasi dan didengar aspirasi perokok untuk solusi terbaiknya,”ujarnya.

Berbicara masalah kesiapan Raperda, perlu pemahaman dan sosialisasi terus menerus. Masyarakat, kata RATNAWANGSA, sampai kapan pun tidak akan pernah siap. Untuk itu, perlu diajak bicara lebih dulu.

A.JABIR Ketua Komisi D DPRD Surabaya merespon rencana Pemkot Surabaya. JABIR melihat memang lebih cerdas jika Raperda dipisahkan, tanpa melepaskan keterkaitan dengan polusi pencemaran udara.

Untuk itu, dalam penyelenggaraan Lingkungan Hidup, orientasinya memelihara lingkungan hidup khususnya udara dari pencemaran. Dalam hal kesehatan, juga tidak salah ada peraturan yang mengatur masalah rokok dalam konteks saling melindungi dan memberikan penegasan pada hak asasi masing-masing.

Dalam kaitannya memperkecil resistensinya, menurut JABIR, dalam Perda harus mempertimbangkan solusinya. Bagaimana mengatur perokok bisa tidak merugikan orang lain, dan perokok juga tidak merasa terganggu dengan merokoknya. Mengenai sanksi yang memungkinkan, kata JABIR, setiap perubahan ada tahapan. Ini menyangkut kebiasaan dan sosialisasi.

SIGIT perokok dalam Wawasan mempertanyakan sebatas mana haknya perokok. Artinya, di sisi lain perokok penyumbang cukai dan ada separasinya. Pembuat kebijakan harus mempertimbangkan hak-hak perokok.

Dialog interaktif program Wawasan Suara Surabaya ini, selengkapnya bisa Anda klik dan dengarkan dalam radio on demand di bawah ini.

Bagikan
Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Kamis, 2 Mei 2024
26o
Kurs