Jumat, 29 Maret 2024

Koalisi Masyarakat Sipil Menilai Sidang Tragedi Kanjuruhan Sengaja Dirancang Gagal

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Sidang replik, jaksa tolak pledoi tiga anggota Polri terdakwa Tragedi Kanjuruhan, Selasa (7/3/2023). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Koalisi Masyarakat Sipil gabungan dari sejumlah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan organisasi masyarakat (ormas), menilai persidangan Tragedi Kanjuruhan sengaja dirancang gagal mengungkap kebenaran.

Penilaian itu usai sidang ke-21 kemarin, Kamis (16/3/2023) menutup seluruh proses persidangan Tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya. Hasilnya, putusan hakim terhadap tiga anggota Polri kembali mengecewakan para korban.

AKP Bambang Sidik Achmadi eks Kasat Samapta Polres Malang dan Kompol Wahyu Setyo Pranoto eks Kabag Ops Polres Malang divonis bebas. AKP Hasdarmawan eks Danki 1 Brimob Polda Jatim divonis satu tahun enam bulan penjara. Sama mengecewakannya dengan dua terdakwa lainnya yang divonis lebih dulu, Abdul Haris Ketua Panpel Arema FC satu tahun enam bulan penjara, serta Suko Sutrisno Security Officer divonis satu tahun penjara.

“Kami menilai bahwa vonis tersebut jauh dari harapan keluarga korban yang menginginkan para terdakwa dapat diputus pidana seberat-beratnya juga seadil-adilnya serta dapat mengungkap aktor high level dibalik tragedi ini,” kata Daniel Siagian Koordinator LBH Pos Malang, salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil, Jumat (17/3/2023).

Menurut Daniel, putusan itu semakin menguatkan dugaan rancangan persidangan yang sengaja dibuat gagal mengungkap kebenaran sejak awal.

“Sebetulnya sejak awal kami telah mencurigai proses hukum ini yang tampak tidak secara sungguh-sungguh mengungkap kasus ini. Kami menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran (intended to fail) serta melindungi pelaku kejahatan dalam Tragedi Kanjuruhan. Selain itu kami juga turut melihat bahwa proses persidangan tersebut merupakan bagian dari proses peradilan yang sesat (malicious trial process). Dugaan kami turut didorong dengan berbagai keganjilan selama persidangan yang kami temukan,” bebernya.

Apalagi semua keganjilan yang nampak sejak awal, mulai dari aktor yang diproses hukum hanya aktor lapangan, akses pengunjung sidang sempat dibatasi, terdakwa sempat dihadirkan daring, Polri jadi pengacara terdakwa polisi, hakim dan jaksa dinilai pasif menggali kebenaran materiil, saksi didominasi aparat polisi bukan korban atau keluarga korban, kegaduhan sidang yang dilakukan pasukan Brimob, dan lainnya.

“Adanya pengaburan fakta penembakan gas air mata ke bagian tribune penonton, hingga peristiwa kekerasan dan penderitaan suporter baik di dalam maupun di luar stadion yang tidak diungkap secara utuh,” tambahnya.

Hingga vonis yang dijatuhkan ke para terdakwa justru sangat jauh dari rasa keadilan bagi para korban.

“Dijatuhkannya vonis yang jauh dari rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban telah menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Selain itu, proses peradilan ini juga memalukan Indonesia di mata dunia internasional yang menunjukkan potret buruk dan hancurnya negara hukum Indonesia karena hukum dipermainkan sedemikian rupa,” jelas Daniel.

Atas semua kejanggalan sidang, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Komisi Yudisial RI melakukan pemeriksaan majelis hakim atas dugaan pelanggaran kode etik.

“Oleh karena itu, kami Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Kapolri untuk memastikan proses hukum berjalan dengan baik, transparan dan independen. Dirkrimum Polda Jatim melakukan penyelidikan dan penyidikan kembali untuk menemukan tersangka baru khususnya bagi pelaku penembakan gas air mata. Komnas HAM RI menetapkan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat. Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung memeriksa majelis hakim yang mengadili perkara Tragedi Kanjuruhan atas dugaan pelanggaran kode etik,” tandasnya.

Sekadar diketahui, Joko Sasmito Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial RI saat meninjau langsung proses persidangan Tragedi Kanjuruhan Kamis (23/2/2023) lalu, menyebut KY belum menemukan dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim.

Namun ia mengklaim sudah mengantongi bukti-bukti rekaman sidang. Jika ada dugaan pelanggaran maka akan dipakai.

Untuk diketahui, Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 pascapertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tercatat sebanyak 135 orang meninggal dunia dan lebih 600 orang lainnya cedera dalam tragedi ini.(lta/abd/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
28o
Kurs