Rabu, 1 Mei 2024

Pengobatan Ida Dayak, Antara Medis dan Kearifan Lokal

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ida Dayak saat akan melakukan pengobatan di Pasar Cibinong, Bogor pada 13 Maret 2023. Foto: Tangkapan Layar Youtube petualang ibu dayak

Metode pengobatan alternatif Ida Dayak yang viral  mendapatkan sambutan positif dari masyarakat karena dianggap menjadi alternatif pengobatan yang ringan, ramah di kantong sehingga mudah dijangkau berbagai kalangan masyarakat.

Dalam keterangan yang diterima suarasurabaya.net, Senin (10/4/2023), dr, Ari Baskoro, Sp.PD,K-AI Konsultan Bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) menyebutkan,fenomena pengobatan Ida Dayak menjadi harapan kesembuhan terhadap penyakitnya, namun di sisi lain, mengundang pertanyaan dan sikap kritis. Terutama  bagi praktisi medis.

Namun menjadi hal yang lumrah bila suatu metode yang “baru”, pantas menjadi bahan kajian. Tentu ada sikap pro dan kontra, tulisnya.

Fenomena pengobatan alternatif yang “viral”, bukan hanya untuk pertama kali ini terjadi. Nama Ponari yang terkenal dengan batu petirnya pada tahun2009, kini telah dilupakan. Entah berasal dari mana ceritanya, “batu ajaib” tersebut diyakini publik mampu menyembuhkan segala macam penyakit. Hal itu berlangsungtanpa didukungdengan pembuktian secara ilmiah sama sekali.

Bukti ilmiah

Salah satu unsur penting yang mendasari pengobatan medis konvensional adalah telah menjalani rangkaian prosedur standar riset yang ketat. Melalui prosedur tersebut, para peneliti dapat menentukan apakah secara teknis dan obat-obatan yang diberikan, dapat terbukti memenuhi kaidah etis, efektivitas dan keamanannya (evidence-based medicine/EBM).  Metode tersebut juga diadopsi untuk mempelajari beberapa bentuk pengobatan alternatif. Banyak di antaranya yang ternyata hanya  memiliki sedikit bukti ilmiah pendukung hipotesisnya. Tetapi ada pula beberapa bentuk terapi alternatif  yang ternyata memenuhi unsur EBM. Contohnya adalah akupuntur, yoga dan meditasi. Bahkan American College of Physicians, telah merekomendasikan akupuntur sebagai pengobatan lini pertama untuk nyeri punggung bagian bawah.

Sebagian masyarakat lebih percaya pada pengobatan alternatif. Itu terkait branding penggunaan bahan alami yang diklaim lebih aman dan cocok, daripada menggunakan obat-obatan kimiawi.

“Tingkat kemurnian dan potensi masing-masing unsur dalam obat-obatan berbahan alami, masih mengalami kendala dalam penilaiannya. Sering kali  diperoleh data yang tidak konsisten. Beberapa produk berbahan alami juga mengandung zat yang berbahaya, tetapi tidak tercantum dalam label kemasan obat,” katanya.

Bahkan tidak jarang menimbulkan keracunan, bila dosisnya tidak tepat. Alergi dengan manifestasi klinis yang berat, seperti reaksi anafilaksis yang fatal, beberapa kali pernah dilaporkan, kata dr Ari.

Beberapa produk berbahan alami juga mengandung zat yang berbahaya,tetapi tidak tercantum dalam label kemasan obat muncul, misalnya beberapa produk Ayurveda mengandung toksin alami, seperti merkuri atau timah.

Pengobatan alternatif

Istilah tersebut sudah sering terdengar dan cukup mudah dipahami oleh masyarakat. Ada keterkaitannya dengan budaya suatu daerah. Di Indonesia, cara pengobatan tersebut merupakan bagian dari  kearifan lokal. Fenomena itu jugaterjadi di hampir semua negara di dunia. Misalnya di Tiongkok yang terkenal dengan Traditional Chinese Medicine (TCM). India juga dikenal denganAyurvedanya. Metode yang digunakannya,berada di luar praktik medis konvensional. Dalam sejarahnya, pengobatan alternatif telah ada selama ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.

Pengobatan alternatif tidak bersumber pada kaidah ilmiah. Testimoni, desas-desus,  tradisi, keyakinan,hingga persoalan supernatural dan pseudosains menjadi andalannya. Sebagian besar efek yang “dianggap berhasil”, muncul akibat keyakinanbahwa pengobatan alternatif akan efektif. Dalam dunia medis, konsep tersebut dikenal sebagai efek plasebo. Atau sebenarnya merupakan suatu kondisi klinis yang akan sembuh dengan sendirinya secara natural (self-limiting disease).

Riset tentang kemanjuran obat-obat alternatif, sering kali kontroversi. Metodologi penelitiannya bisa dikatakan berkualitas rendah dan kurang memenuhi standarisasi produk.  Banyak pula yang mengandung unsur bias dalam publikasinya. Ia menambahkan, masyarakat bisa mempertimbangkan pengobatan alternatif dari semua aspek terutama dari sisi manfaat dan dampak buruk yang mungkin bisa ditimbulkan.

Di sisi lain, Ari menyatakan bahwa masyarakat lebih percaya pengobatan alternatif karena terkait erat dengan budaya daerah. Di Indonesia sendiri, pengobatan alternatif masih dianggap sebagai kearifan lokal. Fenomena tersebut juga terjadi hampir di berbagai negara di dunia. Dalam sejarahnya, pengobatan alternatif telah ada selama ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.

Meskipun begitu, ia menjelaskan, pengobatan alternatif tidak bersumber pada kaidah ilmiah. Umumnya, pengobatan alternatif masih mengandalkan tradisi, keyakinan, hingga persoalan supernatural.

“Menurut riset, pengobatan alternatif memiliki beberapa “keunggulan”. Misalnya lebih “terjangkau”, bersifat kekeluargaan, lebih gampang dimengerti  dan mungkin secara kultur dapat mewakili kearifan lokal warga setempat,” jelasnya.

Menurut Ari, pengobatan alternatif yang dilakukan Ida Dayak yang beredar viral di media sosial perlu diakomodasi secara medis.

“Tanpa rasa skeptis dan under estimate, sebaiknya pengobatan ala Ida Dayak perlu diakomodasi secara medis. Mungkin secara sederhana, bisa dibantu melalui pemeriksaan radiologi sebagai data pendukung. Minyak gosoknya pun, sebaiknya diteliti secara ilmiah.  Siapa tahu telah lahir pakar pengobatan alternatif dari Indonesia,” tutupnya. (ihz/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Rabu, 1 Mei 2024
32o
Kurs