Minggu, 28 April 2024

PP Muhammadiyah Imbau Masyarakat Tetap Ramah kepada Pengungsi Rohingya

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi. Sejumlah warga Etnik Rohingya mengungsi dari Myanmar ke negara lain akibat kekerasan yang dilakukan Pemerintah Myanmar. Foto: cfr.org

Maneger Nasution Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah mengimbau masyarakat Indonesia untuk tetap bisa ramah terhadap pengungsi Rohingnya. Termasuk, memperlakukan mereka secara manusiawi demi prinsip kemanusiaan.

“Pemerintah Indonesia harus mampu memberi pemahaman dalam negeri untuk publik Indonesia ramah terhadap pengungsi yang faktanya sudah ada di Indonesia demi keadaban bangsa,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Jumat (12/1/2024) dikutip Antara.

Hal tersebut menurutnya harus dilakukan, lantaran kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh belakangan ini memicu pro dan kontra di dalam negeri.

Selain itu, Pemerintah Indonesia harus memproses hukum semua pihak yang terlibat dalam penyeludupan pengungsi ke Indonesia untuk efek jera, demi memastikan tidak terjadinya keberulangan hal yang sama di masa mendatang.

Pemerintah Indonesia juga harus mampu meningkatkan diplomasi internasional terutama terhadap negara-negara pihak untuk segera menerima pengungsi yang sudah ada di Indonesia.

Maneger menuturkan, Indonesia sejauh ini belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang Pengungsi. Sehingga Indonesia belum menjadi negara pihak yang harus menerima pengungsi pencari suaka.

“Tapi sisi lain adalah fakta bahwa Indonesia kedatangan pengungsi dan penerimaan Indonesia dalam konteks demi kemanusiaan,” ujarnya.

Adapun Konvensi Terkait Status Pengungsi yang juga dikenal sebagai Konvensi 1951 tentang Pengungsi dan Protokol 1967 sendiri, membantu untuk melindungi mereka.

Konvensi tersebut adalah sebuah perjanjian multilateral yang mendefinisikan status pengungsi dan menetapkan hak-hak individual untuk memperoleh suaka dan tanggung jawab negara yang memberikan suaka.

Indonesia tidak meratifikasi Konvensi 1951 karena faktor geografis, yaitu pintu masuk di Indonesia yang terlalu banyak sehingga sulit menjaga masuknya pengungsi dari berbagai negara.

Kapasitas Indonesia menjaga perbatasan juga akan sangat terbatas, serta adanya pertimbangan parameter. Yakni aman secara politis, keamanan, yuridis dan teknis sedangkan Konvensi 1951 saat itu dinilai belum memenuhi atau aman dari keempat parameter tersebut.

Kemudian, pertimbangan lain adalah terkait kemampuan Indonesia karena perjanjian 1951 melahirkan kewajiban internasional yaitu negara yang meratifikasinya harus mematuhi aturan tersebut sesuai dalam pasal 17 dan 21.

Pasal 17 menyebutkan negara yang meratifikasi perjanjian wajib memberi pekerjaan ke pengungsi sedangkan pasal 21 menyebutkan negara yang meratifikasi harus memberi rumah atau akomodasi ke para pengungsi. (ant/bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Minggu, 28 April 2024
31o
Kurs