Jumat, 26 April 2024

Pemerintah Optimistis DPR Mengesahkan RUU Perppu Cipta Kerja Menjadi Undang-undang

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Foto: Antara

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) masih memiliki sejumlah subtansi yang memicu pro dan kontra masyarakat.

Tapi, Pemerintah optimistis Perppu Cipta Kerja mendapatkan persetujuan dari DPR RI.

Airlangga Hartarto Menteri Kordinator (Menko) bidang Perekonomian menilai, Perppu Cipta Kerja sangat mendesak dan penting untuk mencegah terjadinya krisis ekonomi.

Ketua Umum Partai Golkar itu berharap DPR menyetujui Perppu tersebut menjadi undang-undang, lewat forum rapat paripurna.

Selain itu, dia menyatakan Perppu Cipta Kerja diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum bagi investasi dan dunia usaha. Terutama dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan pekerja dan masyarakat.

“Kami berharap DPR RI dapat menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan menyepakati RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja Menjadi Undang-undang. Kami optimistis bisa mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2022, pertumbuhan mencapai 5,31 persen yang merupakan capaian tertinggi selama masa Presiden Jokowi,” katanya dalam Rapat Kerja Pemerintah dan Badan Legislasi DPR RI terkait Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Selasa (14/2/2023), di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Menanggapi itu, Adhitya Wardhono Pengamat Ekonomi dari Universitas Jember mengatakan, ada momentum yang diambil Pemerintah dalam menyusun Perppu Cipta Kerja.

“Pro kontranya sudah tidak banyak. Tapi, lepas dari itu membaca jangka panjang ekonomi Indonesia dengan melihat momentum dan bahkan memanfaatkan momentum untuk cepat pulih dari memar karena pandemi perlu kebijakan yang adaptif,” ucapnya kepada wartawan, Rabu (15/2/2023).

Dia mengakui, urgensi terbitnya Perppu 2/2022 dikarenakan banyak regulasi untuk bisnis yang ada saat ini masih rumit dan tumpang tindih. Kondisi itu membuat pengusaha sulit mendirikan ataupun mau menjalankan usahanya.

“Ketika investasi bertambah, imbasnya nanti akan berujung ke penciptaan lapangan kerja yang bakal menekan angka kemiskinan atau pun pengangguran,” jelasnya.

Adhitya menambahkan, UU Cipta Kerja mendukung kondisi full employment dan berusaha untuk menyerap angkatan kerja sebanyak mungkin melalui instrumen investasi serta fleksibilitas pasar tenaga kerja.

“UU Cipta Kerja juga berusaha menciptakan produktivitas serta menghilangkan biaya yang tidak diperlukan. Contohnya seperti perubahan hitungan upah minimum yang memperhatikan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” sambungnya.

Pro kontra Perppu Cipta Kerja muncul pada sisi ketenagakerjaan. Dia mengingatkan jangan sampai Pemerintah mengabaikan.

“Jika melihat dari aspek ketenagakerjaan menjadi rumit dan kusut karena banyak kepentingan yang bermain. Mendudukkan masalah dengan hati-hati dan sikap bijak kunci utamanya,” saran Adhitya.

Sementara itu, Trubus Rahadiansyah Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) menilai saat ini bola panas Perppu Cipta Kerja ada di tangan DPR.

“Kalau memang DPR memandang itu mau disahkan, itu memang kewenangannya. Persoalan yang mendasar, apakah Perppu itu betul-betul bisa menjawab tantangan penciptaan lapangan kerja dan investasi? Mampukah perppu itu ketika sudah menjadi UU sebagai instrumen pencegah resesi Indonesia?” ujarnya di Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Menurutnya, DPR harus bisa menjawab pertanyaan publik terkait manfaat ekonomi dari aturan tersebut untuk masyarakat.

“Publik itu selalu mempertanyakan. Jangan hanya buat UU, tapi ujung-ujungnya tidak memenuhi perut masyarakat. Itu yang penting,” terangnya.

Trubus menyarankan agar DPR melakukan kajian mendalam terkait efektivitas Perppu Cipta Kerja dalam menarik investor dan menciptakan lapangan kerja sebelum mengesahkannya menjadi UU. Hal itu untuk menghindari produk legislatif DPR seperti macan ompong yang tidak punya kekuatan.

“Menurut saya, DPR perlu hati-hati, mengkaji dulu, juga harus diperhatikan suasana yang terjadi belakangan. Itu tergantung dari kebijaksanaan dan sense of crisis DPR. Saya khawatir UU itu akan menjadi macan ompong, kalau tidak bisa menjawab apa-apa,” pungkasnya.(rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
30o
Kurs