Jumat, 29 Maret 2024

Pesan Fajar Nugros untuk Sineas Muda di Daerah, Ide Cerita Bisa dari yang Terdekat

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Fajar Nugros sutradara Indonesia. Foto: Instagram/fajarnugrs

Fajar Nugros, sutradara asal Yogyakarta yang telah menorehkan banyak karya di industri perfilman Indonesia, memberikan pesan kepada sineas-sineas muda, khususnya sineas muda dari daerah.

Menurutnya, sineas muda perlu lebih dalam melihat kembali tradisi dan budaya di sekitarnya untuk menggali ide cerita. Lebih jeli melihat keunikan-keunikan yang ada untuk bisa ditampilkan dalam bentuk karya film.

Indonesia sendiri, kata Fajar, adalah negara yang kaya akan cerita rakyat, legenda dan kisah turun temurun lainnya. Cerita asli Indonesia juga memiliki ciri khas tersendiri, yang berbeda dengan negara lain.

“Di Jatim saja, kita punya kisah-kisah Majapahit, ada Madura, geser ke Banyuwangi ada Dewi Sekartaji. Di luar negeri seperti Amerika, mereka harus mengarang cerita. Banyak sekali cerita yang di-create (diciptakan),” kata Fajar kepada Radio Suara Surabaya, bertepatan dengan Peringatan Hari Sumpah Pemuda, Kamis (28/10/2021).

“Saya pikir, seharusnya anak-anak muda di Jatim, entah dari Kediri, dari Surabaya, Tuban, Gresik, mulai menuliskan kisah-kisah di sekitar mereka, sejarah leluhur mereka dengan cara bertutur anak sekarang,” tambahnya.

Berkembangnya industri film di Indonesia juga tidak bisa hanya mengandalkan sineas-sineas dari ibukota. Kalaupun jika cerita daerah diangkat oleh sineas dari ibukota, menurut Fajar, hal itu menjadi kurang menarik karena ‘kacamata’ yang digunakan adalah kota, bukan dari sudut pandang asli masyarakat setempat.

Untuk itu, ia berharap mulai di daerah-daerah, sineas muda harus berkembang.

“Kan kita tidak bisa menuntut film maker Jakarta ke daerah. Jadi dari daerah juga harus memulai. Jadi nggak harus kiblatnya Jakarta,” imbuhnya.

Meski ingin menampilkan identitas ke-Indonesiaan atau kedaerahan dalam film, sutradara film Yowis Ben itu juga mengingatkan para sineas untuk tetap mengutamakan ide dan alur cerita serta pengembangan karakter yang menarik.

Jangan sampai, film maker sudah disibukkan dengan muatan-muatan tambahan yang mengurangi makna cerita itu sendiri, bahkan sebelum film tersebut dibuat.

“Kalau di Korea (Selatan), itu fokus pada cerita yang bagus dulu, karakternya. Kalau sudah terhanyut, baru mereka melihat yang lain seperti makanan, gaya dan bahasa. Tulang punggung film tetap cerita,” tegasnya.

Ia menambahkan, “Kita kadang-kadang sebelum bikin film sudah sibuk dulu sama printilan-printilan muatan ini itu. Ini harus ada pesan moral, pesan sosial, nilai-nilai budaya, dan lainnya. Padahal inti film adalah menghibur.”(tin/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
26o
Kurs