Minggu, 28 April 2024

Di Sidang Tahunan MPR, Jokowi Tegaskan Bukan Penentu Capres dan Cawapres Pemilu 2024

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Jokowi Presiden menyampaikan pidato pada Sidang Tahun MPR RI, Rabu (16/8/2023), di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Foto: Biro Pers Setpres/Agus Suparto

Joko Widodo Presiden pada Rabu (16/8/2023), menghadiri Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Mengawali pidatonya di hadapan ratusan legislator dan para tamu undangan, Presiden mengatakan suasana di kalangan politikus dan partai politik sudah menghangat menjelang Pemilu 2024.

Jokowi menegaskan, dia tidak punya kewenangan untuk menentukan calon presiden dan calon wakil presiden. Karena, posisinya adalah Kepala Negara, bukan ketua umum partai politik.

Pernyataan itu disampaikan merespons adanya partai politik dan politikus yang menggunakan citra dirinya sebagai tameng untuk menjadi presiden periode selanjutnya.

“Setiap ditanya soal siapa capres cawapresnya, jawabannya belum ada arahan Pak Lurah. Saya sempat mikir. Siapa Pak Lurah itu? Sedikit-sedikit Pak Lurah. Belakangan saya tau yang dimaksud Pak Lurah itu ternyata saya. Saya jawab saja, saya bukan lurah. Saya Presiden Republik Indonesia. Ternyata Pak Lurah itu kode. Perlu saya tegaskan, saya ini bukan ketua umum parpol, bukan juga ketua koalisi partai dan sesuai ketentuan undang-undang yang menentukan capres dan cawapres itu parpol dan koalisi parpol. Jadi, saya mau bilang itu bukan wewenang saya, bukan wewenang Pak Lurah. Walau pun saya paham sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan paten-patenan, dijadikan alibi, dijadikan tameng,” ucapnya.

Lebih lanjut, Jokowi bilang menjadi Presiden itu tidak senyaman yang dipikirkan orang. Karena, ada tanggung jawab besar yang diemban. Banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan.

Dengan adanya media sosial, siapa saja bisa mengadukan permasalahan ke Presiden. Mulai dari masalah rakyat di pinggiran, kemarahan, ejekan, bahkan makian dan fitnah bisa dengan mudah disampaikan.

Sebagai pribadi, Jokowi tidak mempermasalahkan dihujat orang dengan berbagai perkataan. Tapi, dia merasa prihatin karena budaya santun dan budi pekerti luhur Bangsa Indonesia sepertinya mulai tergerus.

Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Jokowi menyebut polusi di wilayah budaya itu sangat melukai keluhuran budi pekerti Bangsa Indonesia.

Walau begitu, Presiden menilai mayoritas masyarakat tidak setuju. Cacian dan makian justru membangunkan nurani bangsa untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik.

Kemudian, bersatu menjaga mentalitas masyarakat untuk tetap melangkah maju menjalankan transformasi bangsa menuju Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045.(rid/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Minggu, 28 April 2024
29o
Kurs