Senin, 29 April 2024

Surabaya Libatkan Semua Pihak Melawan dan Mencegah Perundungan

Laporan oleh M. Hamim Arifin
Bagikan
Ilustrasi anak korban bullying. Foto: freepik

Beberapa waktu terakhir, kasus bullying atau perundungan menyesaki ruang-ruang pemberitaan. Dua kasus yang kini menjadi sorotan adalah siswi kelas 2 SD di Menganti, Gresik, Jawa Timur ditusuk matanya menggunakan tusuk bakso oleh kakak kelasnya pada Agustus 2023 lalu.

Selain itu juga ada perundungan secara fisik yang videonya viral, seorang siswa SMP di Cimangu, Cilacap, Jawa Tengah, memukul temannya berkali-kali hingga tergeletak.

Tidak ingin peristiwa itu terjadi di kotanya, Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya beberapa waktu lalu meminta orang tua dan guru di sekolah bersama-sama mencegah tindakan yang berpotensi pada perundungan.

Bahkan, Eri mengagendakan pertemuan secara bergantian dengan guru-guru SD-SMP di Surabaya melalui zoom dan membentuk pusat pembelajaran keluarga (Puspaga) di balai-balai RW.

Meski di Surabaya tidak ada kasus perundungan fisik seperti di Cilacap, tapi pemerintah kota (pemkot) Surabaya melakukan upaya-upaya antisipasi melalui Dinas Pendidikan (Dispendik) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB).

Yusuf Masruh Kepala Dispendik Kota Surabaya mengatakan, sebagian upaya itu adalah meminta guru memahami dan mendeteksi perubahan karakter serta fisik murid saat di sekolah. Selain itu juga mengefektifkan manajemen kelas agar tidak ada jam kosong dan menanamkan rasa kebersamaan.

Namun yang tidak kalah penting menurutnya adalah peran orang tua di rumah.

“Orang tua harus mengawasi dan memantau anak di rumah. Jika ada perubahan, dicurhatkan ke sekolah,” katanya dalam program diskusi Semanggi Radio Suara Surabaya FM 100 “Bersama Melawan Bullying”, Jumat (6/10/2023).

Dari ki-ka: Ida Widayati Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya, Yusuf Masruh Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, dan Widji Lestari M.Psi, Psikolog pendamping Puspaga dalam program diskusi Semanggi Radio Suara Surabaya FM 100 “Bersama Melawan Bullying”, Jumat (6/10/2023). Foto: TM/magang suarasurabaya.net

Sementara itu, Ida Widayati Kepala DP3APPKB Kota Surabaya mengatakan beberapa sekolah di Surabaya juga memiliki kegiatan “sosialisasi dinamika remaja” sebagai upaya mencegah perundungan. Narasumber dari acara tersebut adalah psikolog dan akademisi.

“Kita juga melibatkan dari anak ke anak, agar bisa nyambung bahasa dan komunikasinya. Mereka diskusi bullying itu apa, bolehkah melakukannya, dan bagaimana menanganinya,” katanya.

Tidak hanya di sekolah dan rumah, upaya itu juga dilakukan di lingkungan masyarakat. DP3APPKB menempatkan puspaga di balai-balai RW yang berfungsi mendengar serta memberi solusi atas setiap keluhan atau curhatan orang tua tentang perubahan perilaku anaknya.

Widji Lestari M.Psi, Psikolog pendamping Puspaga yang turut hadir dalam diskusi Semanggi Radio Suara Surabaya mengatakan, program tersebut untuk membantu membangun komunikasi yang baik antara orang tua dan anak, sebagai kunci dari kenyamanan hubungan.

Menurutnya, anak tidak berani bicara atau speak up, karena memiliki banyak ketakutan. Seperti, saat mau bercerita, ternyata tanggapan orang tua atau yang diajak bicara tidak sesuai harapan mereka.

“Seperti disalahkan atau menganggap (perundungan) itu biasa,” katanya.

Karena itu, lanjut Widji, penting buat orang tua dan guru untuk membangun konsep diri anak supaya positif sehingga tumbuh kepercayaan diri. “Karena biasanya pelaku perundungan menyasar ke anak yang lemah, pasif, dan pemalu,” tambahnya.

Pelaku Perundungan dan Penanganannya

Menurut Widji, seorang anak menjadi pelaku perundungan biasanya karena beberapa hal berikut. Pertama, mereka pernah mengalami. Kedua, lingkungan rumah yang terlibat kekerasan. Menurutnya, anak cenderung menjadikan orang tua sebagai role model, sehingga bisa meniru perilaku orang tua dalam menyelesaikan masalah.

“Kalau mereka menyelesaikan masalah dengan kekerasan, ya anak meniru,” katanya.

Ketiga, anak merasa tidak nyaman atau insecure terhadap bagian dalam dirinya. Sehingga menjadikan perundungan sebagai pemuas diri.

Sedangkan anak yang menjadi korban perundungan, kata Widji, karena memiliki kepercayaan diri yang rapuh. Salah satu alasannya adalah pola asuh yang tidak kuat dengan orang tua.

“Salah satunya karena bonding komunikasi orang tua dengan orang tua digantikan dengan yang lain, gadget misalnya,” katanya.

Dalam diskusi yang berlangsung 90 menit tersebut, beberapa pendengar Radio Suara Surabaya berbagi kisah tentang pengalamannya menjadi korban perundungan verbal semasa sekolah. Tak hanya itu, beberapa di antanya juga urun saran untuk menangani perundungan di sekolah.

“Kompetensi guru, yang harus peka dan mendeteksi kabar-kabar tentang muridnya,” kata Sunardi pendengar yang juga merupakan kepala di sebuah sekolah di Gresik.

Sementara Jumadi pendengar lainnya, memberi saran agar sekolah membuat hotline pengaduan perundungan. Fungsinya untuk menakuti para pelaku perundungan.

Untuk aduan, Dispendik membuat call centre untuk laporan perundungan yang hanya bisa dihubungi dengan chat, namanya Pengaduan Sahabat Dispendik di 081259896163.

Sedangkan DP3APPKB membuat hotline untuk penanganan awal perilaku perundungan dan kekerasan di 08113345303. Kata Ida, pihaknya memiliki 25 konselor yang siap menangani serta berkolaborasi dengan belasan kampus di Surabaya.

“Kami kolaborasi dengan kampus-kampus yang punya jurusan Psikologi, mereka menerjunkan mahasiswanya di puspaga Balai RW. Jumlahnya sekitar 450 mahasiswa,” kata Ida. (ham/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Senin, 29 April 2024
29o
Kurs