Minggu, 26 Mei 2024
Pakar Hukum Tata Negara

Jika Setnov dan Fadli Zon Langgar Etika, Puan, Tjahjo dan Pramono Langgar Dua UU

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan

Asep Warlan Yusuf Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat tidak memahami ulah orang-orang PDIP. Mereka mempermasalahkan persoalan pelanggaran etika yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto Ketua DPR RI dan Fadli Zon Wakil Ketua DPR yang menghadiri acara kampanye Donald Trump bakal calon presiden Amerika Serikat yang berasal dari Partai Republik,

“Saya bingung saja dengan ulah mereka yang mempermasalahkan pelanggaran etika, tapi membiarkan pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh elit-elit partai mereka seperti Puan Maharani, Pramono Anung, dan Tjahjo Kumolo. Mereka sedikitnya sudah melanggar UU MD3 dan juga UU No 39 tahun 2008 tentang Kementrian Negara,” ujar Asep, Rabu (9/9/2015).

Dalam UU MD3 jelas tertulis bahwa setiap anggota DPR yang sudah melalaikan tugasnya selama 3 bulan berturut-turut, maka dia otomatis bukan anggota lagi. Sementara UU tentang Kementerian Negara mengatur larangan rangkap jabatan publik.

Anggota DPR, lanjut Asep, jelas jabatan publik, begitu juga dengan jabatan jabatan menteri.

“Sangat jelas dan eksplisit tertulis dalam UU no 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, seorang tidak boleh merangkap jabatan publik. Puan, Tjahjo dan Pramono jelas memiliki tujuan dan dengan sengaja untuk melanggar UU dengan merangkap jabatan karena belum mundur dari DPR,” ujarnya.

“Lah ini yang jelas melanggar UU kok dibiarkan? Ini persoalan hukum bukan cuma etika seperti yang mereka ributkan. PDIP harusnya lebih malu dengan sikap para elitnya yang melanggar hukum ketimbang meributkan masalah etika bertemu dengan Donald Trump,” tegasnya.

Dia mengatakan, jangan karena mereka adalah para pejabat tinggi PDIP dan anak ketua umum PDIP, lantas tidak dipermasalahkan. Rakyat jelasnya sudah pintar dan tidak bisa dibodohi lagi.

“Apa karena Puan anak Ketua Umum PDIP dan Tjahjo serta Pramono adalah mantan sekjen PDIP, sehingga boleh  melanggar UU? Sebagai menteri seharusnya mereka memahami isi UU tentang kementerian dan lembaga, bukan malah belagak bodoh dan tidak tahu,” ujar Asep beretorika.

Dia pun mengingatkan Jokowi presiden untuk segera menegakkan aturan hukum dan tidak perlu takut dengan PDIP dan ketua umumya. Jokowi seharusnya bisa memerintahkan Megawati sebagai ketua umum partai untuk segera berkirim surat kepada Fraksi PDIP di DPR agar segera menjalankan pergantian antar waktu kepada kader-kadernya di DPR yang sudah menduduki jabatan di kabinet. Jika tidak maka Jokowi harus mengambil tindakan mencopot para menterinya yang merangkap jabatan.

“Ini juga tidak adil untuk kader-kader di KIH yang ketua umumnya dilarang menjadi merangkap jabatan sebagai menteri padahal untuk itu tidak ada aturan perundangan. Sementara kader PDIP, jangankan di partai, di legislatif dan ekekutif pun boleh merangkap jabatan. Jadi seorang Puan hanya karena anak Megawati, boleh merangkap bahkan memiliki 3 jabatan karena selain itu dia juga adalah Ketua Bapilu PDIP,” paparnya lagi.

Tujuan Jokowi dengan melarang ketua umum parpol merangkap jabatan karena ingin memiliki kabinet yang profesional dan bisa fokus membantu dirinya pun tercederai dengan posisi 3 kader PDIP yang masih merangkap jabatan.Cita-cita Jokowi yang menginginkan memiliki anggota kabinet yang loyal pada pemerintahan pun dilukai karena loyalitas mereka ternyata lebih berat pada partai dan ketua umumnya,” imbuhnya.

Sebagai seorang presiden Jokowi seharusnya menyadari bahwa apa yang dilakukan 3 orang kader PDIP itu tidaklah mungkin bisa berjalan. Bagaimana mungkin lanjut Asep, seorang legislatif yang tugasnya mengawasi eksekutif diduduki oleh orang yang sama. Masa pengawas dan yang diawasi orangnya sama? Dimana logikanya?. Ini yang seharusnya dipermasalahkan oleh kader-kader PDIP ,” tegasnya lagi.

Dia pun yakin dirinya maupun rakyat Indonesia memahami bahwa langkah PDIP melaporkan Setya Novanto dan Fadli Zon ke MKD adalah langkah politis untuk menguasai semua lembaga negara. PDIP merasa yakin dengan tambahan dukungan suara PAN bisa mengubah UU MD3 dan mengambil kursi pimpinan DPR.

“Jangan selalu menggunakan standar ganda, nanti malu sendiri. Ini jelas motifnya politik ingin menguasai DPR. Terlepas dari apa yang dilakukan Setya Novanto dan Fadli Zon di Amerika Serikat, itu hanya masalah moral. Tidak ada aturan perundangan yang dilanggar pimpinan DPR. Tidak UU MD3 ataupun tatib. Saya kira juga biasa saja jika seorang politisi, bertemu dengan politisi lainnya. Orang-orang PDIP, termasuk Puan toh sering juga berkunjung ke China sampai pada akhirnya ribuan buruh kasar China pun bisa bekerja di Indonesia, sementara banyak pekerja Indonesia yang menjadi pengangguran karena ketidakmampuan pemerintahan ini mengelola negara. Jadi jangan memukul air di dulang terpercik muka sendiri,” tegasnya.(faz/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Evakuasi Kecelakaan Bus di Trowulan Mojokerto

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Surabaya
Minggu, 26 Mei 2024
27o
Kurs