Minggu, 19 Mei 2024

Bersilaturahmi ke Ponpes Alkhoziny Sidoarjo, Yenny Wahid Beri Pendidikan Politik pada Santri

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid Putri Abdurrahman Wahid atau Gus Dur Presiden ke-4 RI saat melakukan silaturahmi di Pondok Pesantren Alkhoziny Sidoarjo Jawa Timur, Sabtu (25/11/2023). Foto : istimewa

Zannuba Ariffah Chafsoh atau akrab disapa Yenny Wahid Putri Abdurrahman Wahid atau Gus Dur Presiden ke-4 RI memberikan pendidikan politik kepada para santri saat melakukan silaturahmi di Pondok Pesantren Alkhoziny Sidoarjo Jawa Timur, Sabtu (25/11/2023).

Pada kesempatan ini, Yenny Wahid ditanya oleh seorang santri terkait apakah boleh santri ikut berpolitik praktis? dan juga apa saja tugas umaro (pemimpin) dan ulama dalam konteks politik?. Direktur Wahid Foundation ini mengatakan bahwa seorang santri boleh ikut berpolitik praktis asalkan sudah cukup umur sesuai dengan yang diatur dalam konstitusi.

“Apakah santri boleh berpolitik praktis? boleh, kalau sudah umurnya cukup. Karena setiap orang punya hak dalam sistem demokrasi yang kita anut. Dalam sistem demokrasi setiap orang yang sudah cukup umur menurut undang-undang itu maka mempunyai hak untuk memilih pemimpin. Dan pemimpin itulah yang akan membuat kebijakan untuk kepentingan bangsa dan negara,” kata Yenny Wahid.

Yenny Wahid yang kini menjadi Dewan Penasihat Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar – Mahfud menjelaskan bahwa ulama dan umaro atau pemimpin memiliki tugas masing-masing.

“Umaro punya tugas kebijakan publik, ulama tugasnya berkewajiban mengingatkan umaro pada kebijakan publiknya agar kebijakan publiknya betul-betul mengacu pada kesejahteraan di masyarakat,” ujarnya.

Yenny Wahid mengutip dalil yang berbunyi ‘kebijakan seorang pemimpin itu selalu harus ada hubungan dengan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya’.

“Jadi tugasnya ulama jelas sekali mengingatkan umara. Ulama jangan dipengaruhi umara, ulama harus jernih untuk mengingatkan kalau ada yang keliru,” jelasnya.

Yenny Wahid menegaskan bahwa ulama tidak boleh punya ego, punya ambisi sendiri dalam politik. Namun ambisinya bagaimana untuk kesejahteraan masyarakat banyak.

“Jadi dalam berpolitik siyasat atau wasilat adalah alat, tujuannya menciptakan negara yang aman, adil, dan sejahtera,” katanya.

Dikatakan Yenny, semua warga negara baik itu ulama atau masyarakat umum sama-sama memiliki kewajiban untuk membangun negara Indonesia, menjaga negara ini agar aman, tentram dan tidak ada konflik.

Begitupun dengan santri, saat ini belum boleh berpolitik praktis karena umurnya belum cukup. Namun yang paling penting adalah santri harus berprestasi.

“Berprestasi itu tidak diukur dari jabatan politik aja tapi juga prestasi lainnya,” katanya.

Yenny mencontohkan mengajar anak-anak upaya pintar merupakan prestasi, menjadi kiai dan bu nyai yang menuntun para santri untuk bisa mendapat ilmu yang barokah juga prestasi, menjadi dokter yang mengabdikan diri kepada masyarakat juga prestasi, menjadi pengusaha yang sukses tapi sering sedekah juga prestasi.

“Jadi boleh santri berpolitik nanti, terutama yang masih belajar. Tapi punya kewajiban untuk membangun negara kita bersama dengan yang lain,” pungkasnya.(faz)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Minggu, 19 Mei 2024
28o
Kurs