Selasa, 10 Desember 2024

DPR: Semua Pihak Harus Duduk Bersama Lindungi Tenaga Kerja dan Petani Tembakau

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Willy Aditya Ketua KOMISI XIII DPR RI dalam Diskusi Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2024). Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) menuai protes dari berbagai pemangku kepentingan di industri tembakau dan Kementerian/Lembaga terkait.

Isu ini menjadi polemik berkepanjangan karena proses penyusunan Rancangan Permenkes tersebut kembali dilanjutkan oleh Kementerian Kesehatan di periode kerja Kabinet Merah Putih.

Willy Aditya Ketua Komisi XIII DPR RI mengatakan, peraturan yang dibuat oleh pemerintah harus mengedepankan kepentingan semua pihak tanpa terkecuali.

Khusus untuk Rancangan Permenkes, Willy meminta kepada semua pihak terkait untuk duduk bersama, bersikap objektif, dan tidak mengedepankan ego sektoral.

Dia menekankan bahwa industri tembakau memiliki kontribusi signifikan pada negara melalui cukai dan menyerap jutaan tenaga kerja. Apabila Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), masih keras kepala dalam mendorong Rancangan Permenkes, maka aturan ini akan menimbulkan kegaduhan lebih lanjut yang membuat negara akan merugi.

“Peraturan yang dibuat bukan hanya mengedepankan satu kepentingan semata karena ada kepentingan yang lebih besar yang harus kita lihat. Jika Kemenkes masih keras kepala untuk mendorong Rancangan Permenkes, maka bisa membahayakan kita semua,” ujar Willy dalam Diskusi Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2024).

Willy melanjutkan Kemenkes seharusnya belajar dari kasus industri tekstil, di mana saat ini banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkatkan angka pengangguran.

Untuk itu, Willy minta agar Kemenkes tidak semena-mena dalam membuat kebijakan yang merugikan tenaga kerja dan petani tembakau.

“Kita harus belajar dari Sritex, kan jadi banyak pengangguran. Terus, masa kita mau bikin peraturan yang semena-mena? Ojo lah!” tegas Willy.

Willy menegaskan, pihaknya dalam posisi yang mendukung petani tembakau, UMKM, dan pekerja yang terlibat di sektor pertembakauan. Sehingga, ia mengingatkan Kemenkes untuk memprioritaskan kepentingan yang lebih besar dalam merumuskan bersama-sama dengan pemangku kepentingan terkait.

“Posisi saya itu, I stand with you dengan para pelaku industri tembakau, terutama petani tembakau. Ayo kita semua lanjutkan perjuangan dan duduk bersama untuk merumuskan permasalahan ini,” tegasnya.

Senada, Indah Anggoro Putri Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI mengatakan bahwa Rancangan Permenkes dan PP 28/2024 telah mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat, asosiasi, dan serikat pekerja.

Indah menjelaskan bahwa Kemnaker sangat khawatir terhadap kedua regulasi tersebut karena berpotensi menambah angka PHK di Indonesia dalam jumlah yang signifikan, terlebih industri tembakau merupakan sektor padat karya.

“PP 28/2024 ini sudah banyak dikomplain oleh masyarakat dan pemangku kepentingan terdampak. Kemenaker juga menaruh perhatian khusus soal ini karena berpotensi menyumbang angka PHK. Terlebih, industri tembakau juga turut menggerakan sektor pendukung lain dengan jumlah tenaga kerja yang cukup banyak, contohnya sektor industri kreatif,” terang Indah.

Ia melanjutkan bahwa sektor industri kreatif yang merupakan sektor pendukung industri tembakau menyerap hingga 725.000 tenaga kerja. Oleh karena itu, jika kebijakan-kebijakan tersebut didorong oleh Kemenkes, maka dikhawatirkan akan ada penambahan 725.000 tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan.

“Amit-amit semoga ini tidak terjadi,” seru Indah.

Indah menuturkan, selain berdampak pada ekonomi, PHK juga akan berdampak pada kehidupan sosial, mengingat mayoritas tenaga kerja pada industri tembakau adalah perempuan yang merupakan tulang punggung keluarga.

“Jika kebijakan ini tidak dikaji secara mendalam, maka dapat membahayakan sektor pekerja kita, yang di antaranya banyak kaum perempuan,” katanya.

Ia menyatakan Kemnaker akan terus melakukan serap aspirasi kepada setiap masyarakat yang akan terdampak langsung dari kebijakan ini guna menemukan solusi terbaik.

“Kami akan melakukan serap aspirasi untuk lihat secara lebih dalam agar tidak ada pihak yang dirugikan. Untuk itu, kami minta agar selalu dilibatkan oleh Kemenkes dalam penyusunan kebijakan ini ke depannya,” ucapnya.

Menanggapi banyaknya desakan dari berbagai pihak mengenai Rancangan Permenkes, Sundoyo Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Hukum berkomitmen akan melibatkan Kementerian/Lembaga terkait dan pemangku kepentingan di industri tembakau.

“Saat penyusunan peraturan pemerintah ini sudah dilakukan serap aspirasi. Masukan saat kami melakukan serap aspirasi itu beragam dan ada yang pertimbangkan,” ujarnya.

Sundoyo menyatakan bahwa Kemenkes melihat ada dua kepentingan yang harus jadi titik temu, yaitu, pertama, dari sisi ekonomi, dan kedua, dari sisi kesehatan.

“Dinamika diskusi pasti ada dalam mencari titik temu. Satu hal yang penting adalah bagaimana kebijakan ke depan ini harus dilakukan diskusi bersama agar tidak terjadi tumpang tindih. PP 28/2024 harus jadi win-win antara ekonomi dan kesehatan. Jika teman-teman ingin memberikan masukan terkait regulasi itu bisa melalui situs Kemenkes, yang dipersilakan khusus untuk bisa menyuarakan aspirasinya di situ,” jelasnya.

Sebaliknya, Muhammad Yasid Ketua DPC Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bondowoso, Jawa Timur pada kesempatan tersebut justru menyoroti proses penyusunan PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes yang dinilai diskriminatif dan tidak transparan.

“Ratusan masukan telah disampaikan pada situs partisipasi sehat, namun hingga kini tidak ada tindak lanjut dari Kemenkes. Petani juga tidak pernah diundang pada sesi public hearing yang disebutkan Kemenkes tadi telah terlaksana pada September yang lalu,” kata Yazid.

Padahal, Yasid mengatakan bahwa perekonomian petani tembakau sangat bergantung dari komoditas tembakau karena nilai ekonominya yang tinggi.

“Tanaman komoditas tembakau ini sangat menguntungkan sehingga memang kami sangat bergantung pada tembakau ini. Mau bangun rumah, nunggu hasil tembakau, naik haji nunggu hasil tembakau,” terangnya.

Di Bondowoso, pada tahun ini ada dua varietas tembakau, yakni kasturi dan ranjangan. Hitungan kasar pendapatannya per bulan bisa mencapai Rp12 juta.

“Jika dibandingkan komoditas lain, tembakau memberikan keuntungan yang jauh lebih tinggi,” serunya.

Untuk itu, Yasid mengatakan Rancangan Permenkes menjadi pukulan telak bagi petani tembakau karena dapat menghilangkan mata pencahariannya. Mewakili pihaknya, Ia sepakat menolak Rancangan Permenkes karena memiliki dampak negatif yang luar biasa.

“Saya sudah diamanahkan dan diingatkan terus oleh teman-teman petani tembakau. Kami tolak Rancangan Permenkes yang mencakup penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek ini karena petani, yang berada di hulu, akan terdampak jika aturan ini dilakukan. Kami berharap dalam forum ini bahwa nasib kami diperhatikan,” tutupnya.(faz/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Truk Tabrak Rumah di Palemwatu Menganti Gresik

Mobil Seruduk Warung di Jalan Kedungdoro Surabaya

Surabaya
Selasa, 10 Desember 2024
32o
Kurs