Selasa, 30 April 2024

Polemik Golkar, Tak Etis Menyeret Nama Presiden

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Syamsul Rizal fungsionaris DPP Partai Golkar (PG). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Syamsul Rizal fungsionaris DPP Partai Golkar (PG) menegaskan bahwa Pilpres sudah selesai, sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) juga sudah selesai, semua elemen bangsa sudah menerima hasil dari proses demokrasi itu. Sepatutnya DPP PG kembali berpikir bagaimana melakukan konsolidasi politik baik secara internal maupun secara external.

“Dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Partai, sebaiknya Airlangga Hartarto Ketum DPP PG segera melaksanakan rapat Pleno sebagai bentuk konsolidasi internal dalam rangka mempersiapkan agenda Rapimnas Partai dan lain lain. Rapim juga inikan amanat AD/ART Partai,” tegas Syamsul di Jakarta, Rabu (3/7/2019).

Selain dalam kapasitas Airlangga sebagai ketua Umum Partai saat ini, Syamsul mengetahui bahwa Airlangga juga masih sebagai pembantu presiden. Oleh karena itu sebaiknya Airlangga Hartarto segera kembali fokus menyelesaikan tugas-tugas negara yang tersisa karena tidak lama lagi pemerintahan Jokowi periode pertama akan berakhir.

Kata dia, memang sulit kalau seorang Ketua Umum Partai juga melekat dalam dirinya memegang jabatan publik, apalagi jabatan exekutif itu adalah penyelenggara UU. Didalam Partai Golkar itu kalau secara strukrur ada wakil-wakil ketua, ada juga Korbid-korbid, kalau Ketua Umum berhalangan karena kapasitasnya juga sebagai pembantu Presiden, tugas-tugas pokok Partai yang lain bisa didelegasikan ke wakil-wakil Ketua atau Korbid sesuai tupoksinya sehingga roda organisasi itu terus bergerak dan tidak stagnan.

“Saya mau mengingatkan kepada kita semua bahwa sumber masalah terjadinya polemik partai usai pileg dan pilpres saat ini karena Secara elektoral kursi PG memang berkurang signifikan, demikian juga dari sisi Parlemen Treshold suara Golkar juga drastis turun. Karenanya, jangan salah kalau kemudian timbul riak-riak di internal, karena ini adalah masalah partai yang sangat mendasar. Bukan masalah dukung mendukung atau suka tidak suka dan lain-lain,” kata Syamsul.

Sebagai pengurus DPP PG, Syamsul merasa bahwa kepengurusan saat ini memang gagal. Namun, bukan dalam arti kegagalan Airlangga secara personal, tetapi kegagalan secara kolektif DPP PG, paling tidak kepemimpinan DPP PG saat ini dapat mempertahankan perolehan suara dan kursi yang pernah disumbangkan saat periode Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum pada pemilu tahun 2014 silam.

“Saat inikan tidak, malah kurangnya sangat jauh dari apa yang dijanjikan Airlangga sebagai Ketum dengan target 110 Kursi itu,” ujar Syamsul.

Mengenai pernyataan Rizal Malarangeng sebut ‘Bambang Soesatyo lupa diri’, menurut Syamsul pernyataan ini tidak jauh beda dengan pernyataan seorang anak TK yang baru belajar nyanyi.

“Pantasnya Bung Rizal harus berterima kasih kepada Bamsoet yang kritis terhadap kondisi Golkar yang saat ini sedang mengalami keterpurukan termasuk Keterpurukan perolehan suara Dan Kursi PG di DKI akibat dari kegagalan kepemimpinan Bung Rizal Malarangeng dalam memimpin PG DKI saat ini,” tegas Syamsul.

Dia menegaskan bahwa Pesta Demokrasi sudah selesai. Golkar secara organisasi sudah memberikan kontribusi politik kepada Jokowi periode kedua. Karenanya, Syamsul meminta kepada Presiden melalui timnya untuk evaluasi juga hasil-hasil perolehan suara capres di setiap Partai pengusung.

“Kita juga harus paham bahwa selain Pak Jokowi masih berstatus sebagai Capres, sampai saat ini Pak Jokowi juga masih berstatus sebagai Presiden RI yang patut dijaga kewibawaannya. Karena itu saya juga menyarankan agar oknum DPP PG siapapun itu tidak boleh lagi menarik nama besar Presiden kedalam polemik Partai saat ini, apalagi mengembangkan pernyataan Presiden yg multi tafsir seolah-olah presiden Jokowi mendukung salah satu kandidat yaitu Airlangga dalam sebuah polemik satu partai politik yaitu Golkar, jelas akan merusak etika kenegeraan,” jelasnya

Terkait penempatan jabatan publik itu hak perogarif Presiden yang diatur dalam UUD 1945 dan siapapun yang jadi Ketua Umum kedepan sudah ada mekanismenya dalam AD/ART.

“Hentikan politisasi pernyataan Presiden merestui siapa atau seseorang karena tugas seorang Presiden bukan merestui seseorang menjadi ketua Umum Partai melainkan Tugas Presiden yang utama adalah menjalankan perintah UUD 1945. Teruslah berdinamika karena dengan dinamikalah partai golkar yang kita cintai akan makin kuat. Jadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan menjadikan perbedaan sebagai perpecahan,” tegas Syamsul.(faz/dwi/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Selasa, 30 April 2024
26o
Kurs