Senin, 29 April 2024

Dwifungsi Pedestrian dan Pengembangan Transportasi Massal di Surabaya

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Pedestrian di Jalan Biliton. Foto: Denza suarasurabaya.net

Pengerjaan pedestrian atau trotoar belakangan ini gencar dilakukan oleh Pemkot Surabaya. Tujuannya supaya pejalan kaki di Surabaya semakin mendapat ruang.

Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Pematusan (PUBMP) Kota Surabaya mencatat, setidaknya ada 18 titik pengerjaan pedestrian yang masih berlangsung.

Ganjar Siswo Pramono Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas PUBMP Surabaya mengatakan, rata-rata pedestrian yang dikerjakan saat ini sudah mencapai 90 persen.

Beberapa di antara pedestrian yang kini sudah bisa dinikmati oleh warga Surabaya, salah satunya di sepanjang Jalan Tunjungan. Pedestrian di lokasi ini diperlebar menjadi empat meter.

Selain Jalan Tunjungan, pedestrian di Jalan Airlangga dan Dharmawangsa, di Kecamatan Gubeng, Surabaya Timur juga semakin lebar. Demikian halnya di Jalan Bubutan, Kecamatan Bubutan, Surabaya Pusat.

Namun, Ganjar mengakui, tidak sedikit kendala yang dihadapi saat proses pengerjaan pedestrian. Termasuk respons negatif dari masyarakat dan beberapa pihak lainnya.

Saat pengerjaan pedestrian di Jalan Biliton, misalnya. Kecelakaan menyebabkan warga pengendara sepeda motor terluka, beberapa kali terjadi di bulan Mei 2017 lalu.

Penyebabnya, lumpur bekas pengerukan pedestrian di Jalan Biliton tidak segera dibersihkan oleh kontraktor, sehingga menyebabkan jalan menjadi licin.

Selain itu, banyak masyarakat yang beranggapan keberadaan pedestrian di Jalan Biliton “terlalu memakan jalan,” sehingga mengakibatkan kepadatan lalu lintas di jalan itu.

Respons masyarakat mengenai hal ini juga mengalir di e100, fanpage facebook Suara Surabaya Media, serta disampaikan beberapa warga yang on air di Radio Suara Surabaya.

Ganjar, sebagai penanggung jawab pengerjaan pedestrian itu menjelaskan, bagaimana sebenarnya desain pedestrian di Jalan Biliton termasuk tujuan pelebaran pedestrian itu.

Pedestrian di Jalan Biliton diperlebar hingga mencapai empat meter. Dia menegaskan, pedestrian di jalan nasional itu, seperti pedestrian lain di Surabaya, memiliki dua fungsi.

Selain untuk memfasilitasi pejalan kaki, pedestrian di Surabaya juga dibangun sebagai upaya penanganan genangan dan banjir saat musim hujan.

“Selama ini, saat musim hujan, Jalan Biliton menjadi hilir genangan dari kawasan di sekitarnya,” kata Ganjar saat ditemui suarasurabaya.net di kantornya, Rabu (18/10/2017).

Genangan dari Jalan Bali, Jalan Biliton Utara, permukiman di Jalan Gubeng Kertajaya, serta genangan dari bawah Jembatan Viaduk, mengalir ke saluran air yang ada di bawah pedestrian Jalan Biliton.

“Sebelum diperlebar, koneksi saluran air di Jalan Biliton belum sempurna. Sering terjadi genangan saat hujan. Kawasan lain jadi terdampak. Jadi pengerjaan pedestrian ini sebenarnya juga untuk menyempurnakan saluran air itu,” ujarnya.

Pedestrian di Jalan Biliton, memang cukup memakan jalan karena beberapa faktor. Pertama, karena box culvert di bawah pedestrian itu lebih besar dibandingkan ukuran standar pedestrian lainnya.

Box culvert di bawah pedestrian Jalan Biliton berukuran 1,2 meter x 2 meter yang tertanam cukup dalam di bawah pedestrian agar menampung lebih banyak air dan menambah daya gravitasi aliran air.

“Kami mendesain pengerjaan pedestrian ini bukan hanya untuk 1-2 tahun, tapi masih akan sanggup menampung air antara 50 hingga 100 tahun ke depan,” kata Ganjar.

Faktor kedua yang menyebabkan pedestrian ini memakan jalan, karena box culvert existing di ruas sepanjang 120 meter itu tetap dipertahankan. Tujuannya sama, supaya daya tampung air lebih banyak.

Faktor ketiga, karena Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya meminta supaya pembangunan pedestrian di Jalan Biliton tidak sampai memangkas pohon yang ada di lokasi itu.

Sebenarnya, ada alternatif model box culvert yang diterapkan di Surabaya, yang keberadaannya di luar pedestrian sehingga bisa dilewati kendaraan.

Box culvert ini telah diterapkan di beberapa lokasi di Surabaya. Seperti di Jalan Kertajaya yang baru saja tuntas dikerjakan, juga di sepanjang Jalan Jemursari.

“Kami tidak menerapkan box culvert jenis itu, karena desain di Jalan Biliton memang untuk pedestrian, bukan untuk jalan. Dan model box culvert yang diterapkan memang hanya mampu menahan beban tidak lebih dari 5 ton,” kata Ganjar.

Selain itu, Pemkot Surabaya, menurut Ganjar juga akan menerapkan rekayasa lalu lintas di Jalan Biliton. Dinas Perhubungan Kota Surabaya masih mengkaji rekayasa lalu lintas ini.

Robben Rico Kabid Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Surabaya mengatakan, memang dimungkinkan ada penerapan rekayasa lalu lintas di Jalan Biliton.

Salah satunya dengan mengaktifkan kembali Jalan Nias yang menurut Robben, selama ini dianggap mati.

“Kalau memang diperlukan, nanti bisa saja diterapkan menjadi satu arah untuk membantu arus lalu lintas di Jalan Biliton,” ujarnya dihubungi hari ini.

Robben mengatakan, rekayasa lalu lintas ini masih akan dikoordinasikan kembali dengan Dinas PUBMP dalam waktu dekat ini dengan mengundang pihak Balai Besar Penanganan Jalan Nasional VIII.

“Betul, Jalan Biliton itu memang jalan nasional, jadi kami perlu berkoordinasi dengan BBPJN VIII,” kata Robben.

Fungsi Pedestrian Terasa Kalau Sudah Ada Transportasi Massal

Banyaknya pedestrian di Surabaya yang sedang dikerjakan oleh Pemkot Surabaya berkaitan dengan rencana pengembangan transportasi massal di Surabaya.

Irvan Wahyudrajad Kepala Dishub Surabaya pada satu kesempatan beberapa waktu lalu menyatakan pengembangan transportasi di Surabaya lebih pada konsep Transit oriented development.

“Pengembangan transportasi nanti berbasis transportasi massal,” kata Irvan kepada suarasurabaya.net beberapa waktu lalu.

Menurutnya, ke depan Surabaya akan memiliki kluster-kluster angkutan orang terintegrasi dengan berbagai fasilitas pendukung. Salah satunya Park and ride.

Tidak hanya sebagai gedung parkir kendaraan pribadi, pada saatnya nanti, park and ride akan menjadi lokasi transit angkutan massal terintegrasi.

Pemkot merencanakan pembangunan park and ride lain selain yang sudah berdiri di Jalan Mayjend Sungkono.

Sejalan dengan pengembangan transportasi massal ini, Pemkot Surabaya juga sudah menyelesaikan studi kelayakan penerapan traffic demand manajemen (TDM/pembatasan penggunaan kendaraan).

Usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang TDM ini, rencananya akan diajukan ke DPRD Kota Surabaya pada 2018 mendatang.

Salah satu pilihan TDM yang bisa diterapkan di Surabaya, kata Irvan, adalah road pricing atau jalan berbayar.

Dalam rencana pengembangan transportasi massal di Surabaya ini, fungsi pedestrian akan menjadi bagian yang sangat penting.

“Saat ini, fungsi pedestrian mungkin belum terasa. Tapi saat angkutan massal sudah siap, pedestrian ini akan sangat bermanfaat,” kata Irvan

Hingga akhir 2016, total panjang pedestrian yang telah terbangun di Surabaya sepanjang 47.796 Meter.

Pemkot masih dalam proses membangun pedestrian yang terintegrasi dengan saluran pembuangan air di 18 titik yang ada di Surabaya.

Daftar Proyek Pengerjaan Pedestrian di Surabaya 2017.

1. Jalan Tunjungan
2. Jalan Semarang
3. Jalan Diponegoro dan Jalan Indragiri
4. Jalan Tegalsari
5. Jalan Dharmahusada Indah dan Jalan Kalidami
6. Jalan Tidar sisi selatan
7. Jalan Dharmahusada sisi selatan dan Jalan Gadung
8. Jalan Kedung Baruk Tahap Pertama
9. Jalan Kedung Baruk Tahap Kedua
10. Jalan Mayjend Sungkono di Sekitar Taman Makam Pahlawan
11. Jalan Simpang Dukuh
12. Jalan Hr Muhammad
13. Jalan Airlangga, Jalan Dharmawangsa dan Jalan Kertajaya
14. Jalan Biliton dan Jalan Sulawsi
15. Jalan Tambak Sari
16. Jalan Bubutan.(den/dwi/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Senin, 29 April 2024
29o
Kurs