Rabu, 1 Mei 2024

Tidak Perlu Kekerasan, Pasien Bisa Lakukan Ini kalau Ada Kelalaian Perawat

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi penganiyaan perawat. Foto: sumber terbuka

Baru-baru ini sedang viral peristiwa penganiayaan perawat di Rumah Sakit Siloam Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan oleh keluarga pasien. Seharusnya, itu tidak perlu terjadi.

Bila pasien mendapati kelalaian dokter, perawat, atau tenaga kesehatan lainnya, mereka bisa meminta pertanggungjawaban baik secara hukum perdata atau pidana sesuai undang-undang yang berlaku.

Perawat memang tidak bisa lepas dari kesalahan (nursing error) atau kelalaian (nursing negligence). Atas kesalahan atau kelalaian mereka, pasien bisa meminta pertanggungjawaban.

Dalam salah satu makalah di Jurnal Universitas Muhammadiyah Metro Lampung Juli 2020 lalu, ada sejumlah jenis pidana yang bisa dikenakan kepada perawat yang melakukan kesalahan atau kelalaian.

Perawat bisa diancam dengan pidana kelalaian yang mengakibatkan luka sesuai dengan pasal 360 KUHP atau bila mengakibatkan luka berat atau mati, sesuai pasal 359 KUHP.

Selain itu, Pasal 84 Undang-Undang Tenaga Kesehatan 36/2014 ayat (1) juga mengatur pidana terhadap setiap tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat sehingga penerima layanan kesehatan luka berat.

Perawat yang dituntut dengan pasal itu terancam pidana penjara paling lama tiga tahun. Sedangkan bila kelalaian itu menyebabkan kematian, ancamannya paling lama lima tahun.

Sekadar informasi, ada tiga jenis kelalaian yang bisa dilakukan perawat dan dimintai pertanggungjawaban oleh pasien menurut salah satu artikel di laman academia.edu.

Pertama, kelalaian malfeasance atau tindakan melanggar hukum atau tidak tepat atau tidak layak. Misalnya melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang memadai atau tepat.

Kemudian misfeasance. Perawat melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat namun melaksanakannya secara tidak tepat. Misalnya melakukan keperawatan yang menyalahi prosedur.

Terakhir adalah kelalaian jenis nonfeasance atau tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai kewajibannya. Misalnya, terhadap pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.

Lantas bagaimana proses pelaporan dugaan tindak kelalaian oleh perawat ini? Secara umum pasien boleh melapor ke pihak kepolisian atau melalui organisasi profesi tenaga kesehatan.

Ada Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sebagai badan otonom atau lembaga di bawah naungan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Salah satu artikel yang dimuat hukumonline 2012 silam menyebutkan, ada beberapa upaya yang bisa ditempuh pasien bila mendapati adanya kelalaian oleh tenaga kesehatan sebelum melapor ke polisi.

Yakni dengan melapor ke MKEK atau MKDKI, melakukan mediasi dengan rumah sakit yang menaungi tenaga kesehatan dengan IDI atau organisasi profesi terkait sebagai mediator, dan menggugat secara perdata.

Seharusnya, penganiayaan terhadap perawat itu tidak perlu dilakukan. Keluarga pasien seharusnya bisa melakukan langkah di atas tanpa perlu melakukan kekerasan terhadap perawat bersangkutan.

Apalagi, JT keluarga pasien yang diduga melakukan penganiyaan terhadap CRS perawat di RS Siloam Sriwijaya itu sempat mengaku sebagai polisi. Seharusnya yang bersangkutan paham soal hukum.

Nasi sudah menjadi bubur. Saat ini, sebagaimana diberitakan sejumlah media, Penyidik Satreskrim Polrestabes Palembang sedang menyelidiki kasus penganiayaan yang menimpa CRS.

CRS mengalami luka lebam di bagian wajah akibat pemukulan oleh JT di RS Siloam Sriwijaya Kamis (15/4/2021). JT emosi setelah tahu tangan anaknya berdarah usai pencabutan infus oleh CRS.(den/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Rabu, 1 Mei 2024
30o
Kurs