Sabtu, 11 Mei 2024

Anis Matta Ingatkan Kemungkinan Covid-19 Dipakai Senjata dalam Konflik Geopolitik

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Anis Matta Ketua Umum Partai Gelora Indonesia. Foto : Istimewa

Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyebut masalah Covid-19 saat ini punya dimensi geopolitik yang sangat tinggi. Sebab, kemungkinan terburuknya, Covid-19 digunakan sebagai senjata biologi dalam konflik gelopolitik.

“Kemungkinan yang buruk yaitu Covid-19 ini juga digunakan menjadi senjata dalam konflik geopolitik,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Sabtu (3/7/2021).

Anis Matta mengatakan, virus Corona ini datangnya dari China dan Indonesia juga menggunakan vaksin dari China. Makna geopolitiknya adalah Indonesia sebagai korban dan pada waktu yang sama juga menjadi konsumen.

“Ini menyakitkan sebagai sebuah fakta,” kata dia.

Anis mengajak publik untuk mulai menyadari adanya perlombaan luar biasa dari empat kekuatan utama dunia, yaitu Amerika Serikat (AS), Eropa, Rusia, China dalam memproduksi vaksin.

“Kita juga lihat di sini ada racing atau perlombaan dari paling tidak 4 kekuatan dunia, Amerika Serikat, Eropa, Rusia dan China dalam produksi vaksin,” ungkap Anis.

Namun, Anis Matta belum mengetahui apakah industri vaksin ini kelak akan menjadi salah satu leading industri dimasa yang akan datang.

“Apakah industri ini akan menjadi salah satu leading industry di masa datang atau farmasi secara keseluruhannya menjadi leading industry ini juga akan menjadi persoalan geopoltik,” ujarnya.

Karena itu, kata Anis, tidak begitu mengherankan apabila saat ini terjadi disinformasi luar biasa mengenai informasi Covid-19. Dimana informasi saintifik telah bercampur dengan informasi hoax yang begitu cepat menyebar di masyarakat.

“Misalnya tentang keburukan dan kelebihan dari tiap vaksin yang digunakan, karena ada instrumen pertarungan kepentingan global,” tegasnya.

Sementara, Siti Fadilah Supari Mantan Menteri Kesehatan sebelumnya menegaskan, Indonesia saat ini tidak memiliki kekuatan (power) untuk menolak kepentingan global terkait Covid-19.

Sehingga ketika Indonesia ditetapkan sebagai pandemi Covid-19 tidak bisa menolak dan juga menjadi konsumen vaksin dari negara lain.

“Waktu Indonesia juga mengalami situasi yang sulit ingin dijadikan pandemi Flu Burung, tetapi saya melawan. Kita berperang diplomasi dengan WHO,” kata Siti (1/7/2021)

Indonesia melakukan penelitian mengenai Flu Burung, dan menyampaikan berbagai argumen ilmiah yang didukung data saintifik.

Akhirnya, WHO secara perlahan-lahan mundur, dan sikap  Indonesia saat itu mendapatkan dukungan dari negara iain.

“Karena sudah terlanjur jadi pandemi, maka kita harus menjawab dengan penelitian secara ilmiah. Para ahli statistik segera menghitung apa yang menyebabkan hal ini bisa meningkat, bukan kira-kira yang belum tentu betul,” kata dia.

Di sisi lain, Hamdi Muluk Dosen Psikologi Universitas Indonesia berpendapat lain. Pola penyebaran dan penularan Flu Burung dengan Covid-19 memiliki perbedaan, dan secara psikologis responnya juga berbeda di masyarakat.

Covid-19, kata Hamdi, langsung mempengaruhi kehidupan sosial modern, aktivitas aktivitas ekonomi, dan aktivitas sehari-hari masyarakat.

“Kalau kita primitif, masuk dalam gua dan keluarga kita kunci di dalam. Tetapi, masyarakat kita sekarang kompleks dan mobilitas harus berjalan, tidak bisa dihentikan. Jadi ada respon berbeda,” kata Hamdi.(faz/tin/den)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Sabtu, 11 Mei 2024
32o
Kurs